Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Saturday 31 August 2019

Pemeriksaan Penunjang Delayed Speech

Blog Dokter Sobri

Pemeriksaan Penunjang Delayed Speech


Deteksi dini yang menyeluruh baik pada bayi dan anak cenderung sulit dilakukan. Hal ini program skrining memerlukan waktu dan biaya yang besar. Dokter anak memiliki peranan penting dalam tahap awal skrining pendengaran. Skrining diutamakan pada bayi dengan risiko tinggi. Terdapat dua program NHS, yaitu Universal NHS dan Targeted NHS. Baku emas pemeriksaan skrining memggunakan OAE dan Automated ABR. Tujuan dari UNHS adalah semua bayi terskrining sebelum keluar dari rumah sakit atau sebelum usia 1 bulan serta memastikam pemantauan yang adekuat. Bayi baru lahir yang gagal dalam skrining awal harus dievaluasi pada usia 3 bulan, dan bayi baru lahir yang teridentifikasi gangguan pendengaran harus mendapatkan rehabilitasi pendengaran yang sesuai pada usia 6 bulan. Anak yang teridentifikasi awal dan mendapat rehabilitasi pada usia 6 bulan biasanya akan memiliki perkembangan Bahasa yang normal pada usia 5 tahun.6,14
Indikator  terkait  gangguan  pendengaran  kongenital,  delayed  onset  dan  progresif

berdasarkan panduan Joint Comitte on Infant Hearing (2007) yaitu,14

1.   Kekhawatiran orang tua mengenai pendengaran, bicara, bahasa atua perkembangan yang terhambat
2.   Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran permanen pada anak

3.   Perawatan NICU lebih dari 5 hari atau lama rawat berapapun dengan: extracorporeal membran oxygenation (ECMO), ventilasi, paparan obat ototoksik (gentamisin, tobramisin) atau loop-diuretics (furosemide/Lasix) dan hyperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar.
4.   Infeksi intrauterin, seperti CMV, herpes, rubella, sifilis dan toksoplasmosis

5.   Kelainan kraniofasial, termasuk pinna, liang telinga, ear tags, ear pits dan kelainan tulang temporal
6.   Pemeriksaan fisik ditemukan white forelock

7. Sindrom yang terkait dengan gangguan pendengaran seperti neurofibromatosis, osteopetrosis, sindrom Usher, sindrom Waardenburg, sindrom Pendred, sindrom Alport, sindrom Jervell dan sindrom Lange-Nielson
8.   Gangguan neurodegenerasi, seperti sindrom Hunter atau neuropati sensorik motor seperti ataksia Friedreich atau sindrom Charcot-Marie-Tooth
9.   Kultur positif pada infeksi pasca kelahiran termasuk meningitis bakteri dan visru

(herpes dan varisela)

10. Trauma kepala, terutama tulang basal/temporal yang memerlukan perawatan

11. Kemoterapi



Tabel 3. Bayi dengan risiko tinggi berdasarkan Joint Comitte on Infant Hearing (2000)6

Usia 0-28 hari
Usia 29 hari – 2 tahun
Riwayat keluarga dengan tuli SNHL sejak

lahir
Kecurigaan orang tua atau pengasuh terhadap
gangguam     pendengaran,     keterlambatan bicara, berbahasa atau perkembangan
Infeksi TORCHS semasa hamil
Riwayat     keluarga     dengan      gangguan

pendengaran menetap sejak masa anak-anak
Kelaina kraniofasial,   pinna   da liang

telinga
Sindrom     yang     terkait     dengan     tuli

konduktif/SNHL/gangguan tuba
BBLR < 1500 gr
Infeksi      pasca      kelahiran      (meningitis

bakterialis)
Hiperbilirubinemia dengan transfusi tukar
Infeksi TORSCHS intrauterin
Obat ototoksik
Faktor  risiko  neonatus:  hiperbilirubinemia dengan transfusi tukar, hipertensi pulmonal
yang memerlukan ventilasi/ECMO
Meningitis bakterialis
Sindrom    tertentu    yang    terkait    dengan

gangguan pendengaran progresif
Apgar Score 0-4 pada menit pertama, dan 0-

6 pada menit kelima
Kelainan neurodegeneratif
Ventilasi mekanik ≥5 hari di NICU
Trauma kepala
Sindrom   yang  berhubungan  dengan  tuli

konduktif/SNHL
Otitis  media  yang  berulang  atau  menetap

disertai efusi telinga tengah minimal 3 bulan

Bayi dengan satu faktor risiko memiliki kemungkinan gangguan pendengaran 10,2 lebih besar. Apabila terdapat 3 faktor risiko kecenderungan gangguan pendengaran sebesar 63 kali lebih besar. Bayi yang dirawat di NICU memiliki risiko ketulian sebesar 10 kali lipat dibandingkan bayi normal. Sebagian besar bayi memiliki gangguan pendengaran tanpa faktor risiko.14
Evaluasi audiologi

Bayi baru lahir yang gagal menjalani UNHS harus menjalani evaluasi audiologi rutin. Evaluasi berupa inspeksi otoskop, riwayat penyakit anak dan keluarga, penilaian fungsi telinga tengah, OAE dan ABR.14
1.   Brainsteam evoked response audiometry (BERA)/Tes Auditory Brain Stem Response

(ABR)

BERA merupakan tes untuk menilai fungsi pendengaran dan nervus VIIIBERA dilakukan dengan merekam potensial listrik yag dihasilkan oleh koklea dari telinga dalam hingga batang otak. Diagnosis BERA/ABR dilakukan untuk menilai pendengaran bayi yang gagal pada UNHS. Automated ABR digunakan pada skrining awal bayi baru lahir/UNHS dan hanya memberikan interpretasi pass atau fail dan tidak menilai derajat ketulian. BERA/ABR merupakan evaluasi elektrofisiologis fungsi jalur pendengaran secara keseluruhan, termasuk batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan earphones atau probe di telinga yang akan memberikan clicks dan nada serta 3 buah elektroda di vertex dan prosesus mastoideus yang mengukur respon gelombang terhadap suara yang diberikan. Prinsip pemeriksaan ini adalah menilai perubahan potensial listrik pada otak setelah pemerian rangsang sensoris. Stimulus bunyi akan mencapai nervus VIII (gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II), nukleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V). keterlambatan waktu untuk mencapai maisng-maisng nucleus akan memberikan gambaran keadaan saraf dan jaringan otak. Respon awal muncul dalam waktu kurang dari 10 mili detik (respon batang otak), respon pertengahan muncul 10-50 mili detik (respon thalamus dan korteks auditori primer), respon lambat muncul pada 50-500 mili detik (respon area audotoris primer dan sekitarnya).14,16,17
Penilaian berupa masa laten absolut gelombang I,III,V; beda masing-masing masa laten

absolut (interwave latency I-V, I-III, III-V); interaural latency ( beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri; beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function); rasio amplitudo V/I. Hasilnya berupa rentang frekuensi dan informasi  level  desibel.  Diperlukan  ruangan  yang  hening  untuk  pemeriksaan.

Pemeriksaan dapat dilakukan saat pasien tertidur/sedasi, bayi kurang dari 6 bulan biasanya tidak memerlukan sedasi. BERA bermanfaat pada pasien bayi, anak dengan
ganggguan tingkah laku, intelegensi rendah, cacat ganda dan kesadaran menurun.14,16,17


  

2.   Behavioral observation audiometry (BOA)

Tes BOA didasarkan pada respon aktif pasien terhadap stimulus. Tes ini juga dapat digunakan untuk pengukuran alat pendengaran. BOA terdiri dari behavioral reflex auditory dan behavioral response auditory.6,14,16
a.   Behavioral reflex auditory

Tes ini dilakukan dengan mengamati respon berupa reflex terhadap stimulasi. Respon yang dapat diamati berupa mengejapkan mata (auropalpebral reflex), melebarkan mata, mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung meningkat dan  refleks Moro. Stimulus diberikan dengan intensitas 65-80 dB.6,14,16
b.   Behavioral response auditory

Pada bayi usia 5-6 bulan sudah dapat merespon terhadap sumber suara dengan menengok atau menggerakan kepala ka arah suara. Tes ini berupa tes distraksi dan Visual reinforcement audiometry (VRA). Tes distraksi dilakukan dengan melihat respon menengok ke arah suara, dapat dilakukan 2 kali apabila tidak merespon. Tes ketiga dilakukan 1 minggu kemudian, apabila belum merespon dilanjutkan dengan tes

audiologi yang lebih lengkap. VRA dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi bayi duduk pada pangkuan pengasuh/orang tua dan dilatih untuk menengok ke arah cahaya atau mainan ketika ada suara.6,14,16
Play audiometry

Ketika anak berusia 2 tahun, tes dapat dilakukan dengan melatih respon terhadap stimulus auditori dengan aktivitas bermain (contoh menjatuhkan balok pada kotak ketika mendengar suara). Anak dapat menggunakan headphones dan level pendengaran telinga individual dapat dicapai. Diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa pertama akan memberikan stimulus melalui audiometer. Pemeriksa kedua akan melatih anak dan mengamati respon. Ambang pendengaran dapat ditentukan dengan mengatur frekuensi dan intensitas stimulus bunyi terkecil yang menghasilkan respon.6,14,16
Conventional audiometry

Anak berusia lebh dari 4 tahun dapat menjalani tes audiometri seperti orang dewasa dengan menggunakan headphones dan mengangkat tangan apabila mendengar suara.14
3.   Timpanometri

Timpanometri menilai pergerakan membran timpani (komplaens) dengan menciptakan tekanan positif dan negatif di liang telinga. Timpanometri digunakan untuk menilai kondisi telinga tengah. Timpanometri dilakukan sebelum pemeriksaan OAE. Apabila terdapat gangguan pada telinga tengah, pemeriksaan OAE harus ditunda. Hasil timpanometri memberikan informasi mengenai integritas membran timpani dan kondisi telinga tengah serta osikel.14

Timpanometri menggunakan nada rendah karena telinga tengah merupakan system yang didominasi oleh hal yang kaku. Stiffness berlawanan dengan nada rendah sedangkan nada tinggi akan di resonansi, masa akan melawan nada tinggi dan meresonansi nada rendah. Nada rendah yang digunakan adalah 70 dB.16,17
Telinga tengah sangat efisien ketika tekanan udara sama pada kedua sisi membran timpani. Ketika sound pressure level/SPL yang ditangkap oleh probe mikrofon, sedikit sebagian besar akan melewati telinga tengah. Pada puncak, tekanan udara dibelakang membran timpani sama dengan liang telinga luar.18




4.   Otoacoustic emissions (OAE)

OAE akan dilakukan sebagai evaluasi audiologi untuk menilai fungsi koklea secara objektif dengan prinsip menggunakan suara intensitas rendah yang dihasilkan oleh koklea yang dikeluarkan ke telinga tengah dan terdengar pada mikrofon di liang telinga. OAE dilakukan dengan menggunakan probe seperti pada ABR. Probe juga memuat mikrofon yang mendeteksi sinyal akustik yang dihasilkan oleh koklea sebagai respon terhadap suara. Keuntungan dari OAE adalah dapat dilakukan dengan cepat, pada berbagai usia anak dan dapat dilakukan saat tidur maupun terbangun. OAE tidak menilai derajat ketulian dan tidak menilai fungsi saraf auditori atau batang otak. Kelainan pada telinga tengah dan membran timpani akan mempengaruhi akurasi tes OAE. OAE dapat diaplikasikan pada bayi baru lahir atau bayi yang akan dilakukan skrining dan penilaian pendengaran, cross-checks untuk tes behavioral pada pasien yang tidak kooperatif, menilai tuli akibat kerusakan koklea, dan monitoring ototoksisitas. pada Baik ABR atau OAE hanya menilai integritas jalur auditori dan tidak mengukur langsung derajat ketulian. Pendengaran tidak dapat dikonfirmasi hingga anak dapat dilakukan tes audiometri.6,14,16
Terdapat dua tipe OAE

1.   Spontaneous OAE (SPOAE)

SPOAE merupakan mekanisme aktif koklea memproduksi OAE tanpa stimulus, akan tetapi tidak semua orang dengan pendengaran memiliki SPOAE.6,14,16
2.   Evoked OAE (EOAE)

Timbul apabila ada stimulasi. Terdiri dari:6,14,16

a. Transient-evoked OAE (TEOAE), stimulus berupa click

b. Distortion-product OAE (DPOAE), stimulus berupa 2 buah nada murni dengan frekuensi dan intensitas berbeda.

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih