Blog Dokter Sobri
Pemeriksaan Penunjang Delayed Speech
Deteksi dini yang
menyeluruh baik pada bayi dan anak cenderung
sulit dilakukan. Hal
ini program skrining
memerlukan waktu dan biaya yang besar. Dokter anak memiliki peranan penting dalam tahap awal skrining pendengaran. Skrining diutamakan pada bayi dengan risiko
tinggi. Terdapat dua program NHS, yaitu Universal NHS dan Targeted NHS. Baku emas pemeriksaan skrining
memggunakan OAE dan Automated ABR. Tujuan dari UNHS adalah
semua bayi terskrining sebelum keluar dari rumah sakit atau sebelum usia 1 bulan serta memastikam
pemantauan yang adekuat. Bayi
baru lahir yang gagal dalam
skrining awal
harus dievaluasi pada usia 3 bulan, dan bayi baru lahir yang
teridentifikasi gangguan pendengaran harus mendapatkan rehabilitasi pendengaran yang
sesuai pada usia 6 bulan. Anak yang
teridentifikasi awal dan mendapat rehabilitasi pada
usia 6 bulan biasanya akan memiliki perkembangan Bahasa yang normal
pada usia 5
tahun.6,14
Indikator terkait gangguan
pendengaran
kongenital,
delayed onset
dan progresif
berdasarkan panduan
Joint
Comitte on Infant Hearing (2007) yaitu,14
1. Kekhawatiran orang tua mengenai pendengaran, bicara, bahasa atua perkembangan
yang terhambat
2. Riwayat
keluarga dengan gangguan pendengaran permanen pada anak
3. Perawatan NICU lebih dari 5 hari atau lama rawat berapapun dengan: extracorporeal membran
oxygenation (ECMO), ventilasi, paparan
obat ototoksik
(gentamisin, tobramisin) atau loop-diuretics (furosemide/Lasix) dan hyperbilirubinemia yang
memerlukan transfuse tukar.
4. Infeksi
intrauterin, seperti CMV,
herpes, rubella,
sifilis
dan toksoplasmosis
5. Kelainan kraniofasial,
termasuk pinna, liang telinga, ear tags,
ear pits dan kelainan tulang temporal
6. Pemeriksaan fisik ditemukan white forelock
7. Sindrom yang
terkait dengan gangguan pendengaran seperti neurofibromatosis,
osteopetrosis, sindrom Usher, sindrom Waardenburg, sindrom Pendred, sindrom Alport, sindrom Jervell dan
sindrom Lange-Nielson
8. Gangguan neurodegenerasi, seperti sindrom Hunter atau neuropati sensorik motor
seperti
ataksia Friedreich atau sindrom Charcot-Marie-Tooth
9. Kultur positif pada infeksi pasca kelahiran termasuk meningitis bakteri dan visru
(herpes
dan
varisela)
10.
Trauma kepala, terutama tulang basal/temporal yang memerlukan perawatan
11.
Kemoterapi
Tabel 3. Bayi dengan risiko tinggi berdasarkan Joint
Comitte on Infant Hearing (2000)6
Usia 0-28 hari
|
Usia 29 hari – 2 tahun
|
Riwayat keluarga dengan tuli SNHL sejak
lahir
|
Kecurigaan orang tua atau pengasuh
terhadap
gangguam
pendengaran,
keterlambatan bicara, berbahasa atau perkembangan
|
Infeksi TORCHS semasa hamil
|
Riwayat
keluarga dengan
gangguan
pendengaran menetap
sejak masa anak-anak
|
Kelainan kraniofasial,
pinna
dan
liang
telinga
|
Sindrom yang terkait dengan tuli
konduktif/SNHL/gangguan
tuba
|
BBLR < 1500 gr
|
Infeksi pasca
kelahiran (meningitis
bakterialis)
|
Hiperbilirubinemia dengan transfusi
tukar
|
Infeksi TORSCHS intrauterin
|
Obat ototoksik
|
Faktor risiko neonatus: hiperbilirubinemia dengan transfusi
tukar, hipertensi pulmonal
yang memerlukan ventilasi/ECMO
|
Meningitis bakterialis
|
Sindrom tertentu yang terkait
dengan
gangguan
pendengaran progresif
|
Apgar Score 0-4 pada menit pertama, dan 0-
6
pada menit kelima
|
Kelainan
neurodegeneratif
|
Ventilasi
mekanik ≥5 hari di NICU
|
Trauma kepala
|
Sindrom yang
berhubungan
dengan tuli
konduktif/SNHL
|
Otitis media yang berulang atau
menetap
disertai efusi telinga tengah minimal
3 bulan
|
Bayi
dengan
satu faktor risiko memiliki kemungkinan gangguan pendengaran
10,2 lebih besar. Apabila terdapat 3 faktor
risiko
kecenderungan gangguan pendengaran
sebesar
63 kali lebih besar. Bayi yang dirawat di NICU memiliki risiko ketulian sebesar 10 kali lipat
dibandingkan bayi normal. Sebagian besar bayi memiliki gangguan pendengaran tanpa
faktor
risiko.14
Evaluasi audiologi
Bayi baru lahir yang gagal menjalani UNHS harus menjalani evaluasi audiologi rutin.
Evaluasi berupa inspeksi
otoskop, riwayat penyakit anak dan keluarga, penilaian fungsi telinga tengah,
OAE dan ABR.14
1. Brainsteam evoked response audiometry (BERA)/Tes Auditory Brain Stem Response
(ABR)
BERA
merupakan tes untuk menilai
fungsi pendengaran dan nervus VIII. BERA dilakukan dengan merekam potensial listrik yag dihasilkan oleh koklea dari telinga
dalam hingga batang otak.
Diagnosis BERA/ABR dilakukan untuk menilai
pendengaran bayi yang gagal pada
UNHS. Automated ABR digunakan pada skrining
awal bayi baru lahir/UNHS dan hanya memberikan interpretasi pass atau fail dan tidak menilai derajat ketulian.
BERA/ABR merupakan evaluasi elektrofisiologis
fungsi jalur pendengaran secara keseluruhan, termasuk batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan
menempatkan earphones atau probe di telinga yang akan memberikan “clicks” dan nada serta 3 buah elektroda
di vertex dan prosesus mastoideus yang
mengukur respon
gelombang terhadap suara yang diberikan. Prinsip pemeriksaan ini adalah menilai
perubahan potensial listrik pada otak setelah pemerian rangsang
sensoris. Stimulus bunyi akan mencapai nervus VIII
(gelombang I), nukleus
koklearis (gelombang II), nukleus
olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV),
kolikulus inferior (gelombang V). keterlambatan waktu untuk mencapai maisng-maisng
nucleus akan memberikan gambaran keadaan saraf
dan
jaringan otak. Respon awal muncul
dalam waktu kurang dari 10 mili detik (respon batang otak), respon pertengahan muncul
10-50 mili detik (respon thalamus dan korteks auditori primer), respon lambat muncul pada 50-500 mili detik (respon
area audotoris primer
dan sekitarnya).14,16,17
Penilaian berupa masa laten absolut gelombang I,III,V; beda masing-masing masa laten
absolut (interwave latency I-V, I-III, III-V);
interaural latency ( beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri; beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function); rasio amplitudo V/I. Hasilnya berupa rentang
frekuensi dan informasi
level desibel. Diperlukan ruangan
yang hening untuk pemeriksaan.
Pemeriksaan dapat dilakukan saat pasien tertidur/sedasi, bayi kurang dari 6 bulan
biasanya tidak memerlukan sedasi. BERA bermanfaat pada pasien bayi, anak dengan
ganggguan tingkah laku, intelegensi rendah, cacat ganda dan kesadaran menurun.14,16,17
2.
Behavioral observation audiometry (BOA)
Tes BOA didasarkan pada respon aktif pasien terhadap stimulus. Tes ini juga dapat digunakan untuk pengukuran alat pendengaran. BOA
terdiri dari behavioral reflex
auditory dan behavioral response
auditory.6,14,16
a. Behavioral reflex auditory
Tes ini dilakukan dengan mengamati respon berupa reflex terhadap stimulasi. Respon yang dapat diamati berupa
mengejapkan mata (auropalpebral reflex), melebarkan
mata, mengerutkan wajah (grimacing),
berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung meningkat dan
refleks Moro. Stimulus diberikan dengan intensitas 65-80
dB.6,14,16
b. Behavioral response auditory
Pada
bayi usia 5-6 bulan sudah dapat merespon terhadap sumber suara
dengan
menengok atau menggerakan kepala
ka arah suara. Tes ini berupa tes distraksi dan
Visual reinforcement audiometry (VRA). Tes distraksi
dilakukan dengan melihat respon menengok ke
arah
suara, dapat dilakukan 2 kali apabila
tidak merespon. Tes
ketiga dilakukan 1 minggu kemudian, apabila belum merespon dilanjutkan dengan tes
audiologi yang lebih lengkap. VRA dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan. Pemeriksaan
dilakukan dengan posisi bayi duduk pada pangkuan pengasuh/orang
tua
dan dilatih
untuk menengok ke arah cahaya atau mainan
ketika ada suara.6,14,16
Play audiometry
Ketika anak berusia 2
tahun, tes dapat dilakukan dengan melatih respon terhadap stimulus auditori dengan aktivitas bermain (contoh menjatuhkan
balok pada kotak ketika mendengar suara). Anak dapat menggunakan headphones dan level pendengaran telinga individual dapat dicapai. Diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa pertama
akan memberikan stimulus melalui audiometer. Pemeriksa kedua
akan melatih anak dan mengamati respon. Ambang
pendengaran dapat ditentukan dengan mengatur
frekuensi dan intensitas
stimulus bunyi terkecil yang menghasilkan respon.6,14,16
Conventional audiometry
Anak berusia lebh dari 4 tahun dapat menjalani tes audiometri seperti orang
dewasa
dengan menggunakan headphones
dan mengangkat tangan
apabila mendengar
suara.14
3. Timpanometri
Timpanometri menilai
pergerakan membran timpani (komplaens) dengan menciptakan tekanan positif dan negatif di liang
telinga. Timpanometri digunakan untuk menilai
kondisi telinga
tengah. Timpanometri dilakukan sebelum pemeriksaan OAE. Apabila
terdapat gangguan pada telinga tengah, pemeriksaan OAE
harus ditunda. Hasil
timpanometri memberikan informasi mengenai integritas membran timpani dan kondisi telinga tengah
serta osikel.14
Timpanometri menggunakan nada rendah karena
telinga tengah merupakan system yang
didominasi oleh hal yang kaku. Stiffness berlawanan dengan nada rendah
sedangkan nada
tinggi akan di resonansi, masa akan melawan nada tinggi dan meresonansi nada rendah. Nada rendah yang digunakan adalah
70 dB.16,17
Telinga tengah sangat efisien ketika tekanan udara sama pada kedua
sisi
membran timpani. Ketika sound
pressure level/SPL yang ditangkap oleh probe mikrofon, sedikit sebagian
besar akan melewati telinga tengah. Pada
puncak, tekanan udara dibelakang
membran timpani sama dengan liang telinga luar.18
4. Otoacoustic emissions (OAE)
OAE akan dilakukan sebagai evaluasi audiologi untuk menilai fungsi koklea secara
objektif dengan prinsip menggunakan suara intensitas rendah yang dihasilkan oleh koklea yang dikeluarkan ke telinga tengah dan terdengar pada mikrofon di liang telinga.
OAE
dilakukan dengan menggunakan probe seperti pada ABR. Probe
juga memuat mikrofon yang mendeteksi sinyal akustik yang dihasilkan oleh koklea sebagai respon
terhadap suara. Keuntungan dari OAE adalah
dapat dilakukan dengan cepat, pada berbagai usia anak dan dapat dilakukan saat tidur maupun terbangun. OAE
tidak
menilai derajat ketulian dan tidak menilai fungsi saraf auditori atau batang otak. Kelainan pada telinga tengah dan membran timpani akan mempengaruhi akurasi tes OAE. OAE dapat diaplikasikan pada
bayi baru lahir atau bayi yang akan dilakukan
skrining dan penilaian pendengaran, cross-checks untuk
tes behavioral pada pasien yang
tidak
kooperatif, menilai
tuli
akibat kerusakan koklea, dan monitoring ototoksisitas. pada Baik ABR atau OAE hanya menilai integritas jalur auditori dan tidak
mengukur langsung derajat ketulian. Pendengaran tidak dapat dikonfirmasi hingga anak
dapat
dilakukan tes audiometri.6,14,16
Terdapat
dua tipe OAE
1. Spontaneous OAE (SPOAE)
SPOAE merupakan mekanisme aktif koklea
memproduksi OAE tanpa stimulus,
akan
tetapi tidak semua orang dengan
pendengaran memiliki SPOAE.6,14,16
2. Evoked OAE
(EOAE)
Timbul
apabila ada stimulasi.
Terdiri dari:6,14,16
a. Transient-evoked OAE
(TEOAE), stimulus
berupa click
b. Distortion-product OAE (DPOAE), stimulus berupa 2 buah nada murni dengan
frekuensi dan intensitas
berbeda.
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih