Blog Dokter Sobri
Bagaimana
hipertensi dan kebiasaan merokok dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner
serta tata laksananya?
Penyakit jantung koroner merupakan suatu keadaan
terjadi penimbunan plak pembuluh darah koroner yang disebabkan oleh suplai
darah dan oksigen ke lapisan miokardium tidak adekuat. Hal ini menyebabkan
arteri koroner menyempit atau tersumbat. Faktor risiko penyakit jantung koroner
terbagi dalam faktor risiko primer dan faktor risiko sekunder. Faktor risiko
primer adalah faktor yang menyebabkan gangguan arteri berupa ateroskleorisis,
hipertensi, dan merokok. Sedangkan untuk faktor risiko sekunder adalah kelainan
arteri bila ditemukan faktor lain secara bersamaan berupa diabetes melitus,
penyakit ginjal, preeklampsia pada ibu hamil dan sebagainya.1 WHO
mengestimasi sebanyak 20 juta kasus kematian akibat jantung koroner pada tahun
2015 dan 80% kasus kematian datang dari negara-negara berkembang seperti halnya
di Indonesia.2
Berdasarkan
data tersebut, tentu sangat mengkhawatirkan mengingat tingginya prevalensi dan
koomplikasi penyakit yang ditimbulkan dari penyakit jantung koroner. Berikut
adalah outline yang akan dibahas dalam tulisan ini berupa:
- 1. Etiologi hipertensi
- 2. Patogenesis dan patofisiologi hipertensi dan merokok yang berakibat pada penyakit jantung
- 3. Klasifikasi hipertensi
- 4. Komplikasi hipertensi
- 5. Tanda dan gejala hipertensi
- 6. Prinsip tatalaksana hipertensi dan merokok
- 7. Menegakkan diagnosis hipertensi
Hipertensi
I.
Etiologi
Berdasarkan
penyebab terjadi hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu1:
1. Hipertensi
primer / hipertensi esensial
·
Tidak diketahui penyebabnya (idiopatik)
·
Terdapat lebih dari 95% kasus.3
·
Genetik, lingkungan , alkohol, obesitas, merokok,
defek eksresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, RAAS, dan hiperaktivitas
susunan saraf yang merupakan faktor yang mempengaruhi terjadi hipertensi
primer.
2. Hipertensi
sekunder / hipertensi renal
·
Penyebabnya spesifik dapat diketahui
·
Terdapat sekitar 5% kasus.3
·
Penyakit ginjal, trauma pada ginjal, sindrom
cushing, preeklampsia dan terapi radiologi yang mengenai ginjal merupakan
faktor terjadinya hipertensi sekunder.
II.
Patogenesis dan patofisiologi
Hipertensi biasanya dipakai
penggunaan jka terjadi abnormalitas tekanan darah dimana terjadi kenaikan
tekanan darah diastolik atau sistolik. Saat ini teori mengeai patogenesis dari
hipertensi terus berkembang. Tekanan darah arteri adalah produk hasil total
resistensi perifer dan curah jantung. Curah jantung dapat meningkat karena
terjadi keadaan yang meningkatkan frekuensi jantung. Resistensi perifer dapat
meningkat karena adanya faktor seperti viskositasi darah dan ukuran lumen
pembuluh darah khususnya pembuluh arteriol.4 Pada tahap awal terjadi
hipertensi primer, curah jantung meningkat namun tahanan perifer normal. Hal
ini disebabkan terjadi peningkatan aktifitas simpatik. Pada tahap lainnya,
curah jantung normal dan tekanan darah perifer meningkat. Hal ini disebabkan
refleks autoregulasi (mekanisme tubuh mempertahankan keadaan hemodinamik yang
normal).
Kejadian hipertensi terhadap
kelainan jantung terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Hipertensi
menyebabkan terjadinya peningkatan afterload sehingga terjadi
kompensasi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik dan sistolik.
Hipertensi yang berlangsung dengan durasi lama dapat meningkatkan beban kerja
jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi dari ventrikel
kiri. Untuk meningkatkan kontraksinya, ventrikel kiri mengalami hipertrofi
sebagai kompensasi untuk kebutuhan jantung akan oksigen dapat meningkat.
Beberapa teori menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu4,5
Perubahan
pada bantalan dinding pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan resistensi
perifer;
Peningkatan
tonus pada sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatik yang menyebabkan
terjadi peningkatan resistensi vaskuler perifer;
Penambahan
volume darah yang terjadi karena disfungsi ginjal;
Peningkatan
penebalan dinding arteriol akibat faktor gen yang menyebabkan terjadinya
peningkatan resistensi vaskuler perifer;
Pelepasan
renin yang tidak biasa sehingga terbentuk angiotensin II yang menimbulkan
terjadi kontriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
III.
Klasifikasi Hipertensi
Terdapat klasifikasi yang digunakan
dalam menilai apakah pasien menderita hipertensi atau tidak. Berbagai negara
terutama Indonesia menggunakan klasifikasi menurut Joint National Committee
7 (JNC 7) dan WHO . Berikut merupakan klasifikasi hipertensi dari kedua
sumber yaitu :
Klasifikasi
|
Klasifikasi
|
Diastolik
|
Normotensi
|
< 140
|
140 – 160
|
Hipertensi ringan
|
140 –180
|
140 – 160
|
Hipertensi perbatasan
|
140 –180
|
90 – 95
|
Hipetensi sedang dan berat
|
> 180
|
> 105
|
Hipertensi sistolik terisolasi
|
> 140
|
< 90
|
Hipertensi sistolik terisolasi
|
140 – 160
|
< 90
|
IV.
Komplikasi hipertensi
Komplikasi
hipertensi meliputi 4:
·
Hipertensi berat : Penyakit arteri perifer, Penyakit
jantung koroner, angina, infark miokard, aneurisma aorta dissecting,aritmia,
gagal jantung dan kematian mendadak;
·
Hipertensi ringan dan sedang :Serangan iskemik,
stroke, reinopati dan ensefalopati hipertensi;
·
Hipertensi yang lama : Gagal ginjal.
V.
Tanda dan gejala hipertensi
Pada umumnya hipertensi sering
disertai dengan tanpa gejala atau bersifat asimtomatik. Namun ada beberapa
aspek dan tanda klinis yang dapat dikenali yaitu 4,5:
1. Tekanan
darah meningkat
2. Berdasarkan
survey hipertensi ditemukan gejala
a.
Sakit kepala, pusing, migren, epistaksis, nyeri kepala
oksipital, sesak napas, bruits (bising pembuluh darah yang dapat
terdengar), susah tidur, telinga berdenging, sesak napas, nyeri dada,dan mata
berkunang-kuning.
3. Gejala lain
yang disebabkan oleh komplikasi dari hipertensi yaitu:
a.
Gangguan penglihatan;
b.
Gangguan neurologi;
c.
Gagal jantung;
d.
Gangguan fungsi ginjal.
VI.
Prinsip tatalaksana hipertensi
Dalam penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit
jantung dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi yang ada
hanya untuk mempertahankan tekanan sistolik dan diastolik untuk mengontrol
faktor risiko.8
Terapi Non-Farmako
Pada dasarnya pada pasien yang terjadi pre-hypertension.
Tata laksana hipertensi asimtomatik yang diberikan dapat melalui modifikasi
gaya hidup, diet dan aktivitas fisik. Modifikasi gaya hidup bisa dibilang cukup
efektif karena dapat menurunkan penyakit jantung dengan biaya minimal dan
risiko minimal. Adapun langkah-langkah berupa7:
1.
Menurunkan
berat badan bila terdapat kelebihan (IMT ³ 27);
2.
Mengurangi konsumsi alkohol;
3.
Meningkatkan aktivitas fisik aerobik;
4.
Mengurangi asupan natrium;
5.
Mempertahankan asupan kalsium dan magensium;
6.
Berhenti merokok;
7.
Mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Terapi Farmako
Semua
agen terapi antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih area
anatomis yang mengontrol tekanan darah,
yaitu arteri (resistensi), vena (kapasitas), curah jantung dan
ginjal (pengatur volume). Agen tersebut akan mengintegrasikan dengan mekanisme
regulasi tekanan darah normal.9
Pengobatan lini pertama
a) Diuretik
Diuretik bekerja dalam menurunkan tekanan darah dengan cara
menurunkan penyimpanan natrium dalam tubuh (meningkatkan ekskresi natrium, air,
dan klorida).Pada dasarnya, Natrium memiliki
peran dalam resistensi vaskuler melalui mekanismenya dalam meningkatkan
kekakuan pembuluh darah dan aktivitas saraf, yang akan meningkatkan pertukaran
ion natrium-kalsium. Dengan menurunkan kadar natrium serum dan vaskularisasi
otot polos, resistensi vaskular menurun sehingga tekanan darah pun akan menurun.9,11
Terdapat 3 kelompok diuretik yang digunakan sebagai obat
antihipertensi:
a.1. Tiazid
Tiazid merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati pasien dengan hipertensi ringan hingga sedang. Obat ini bekerja di tubulus distal segmen intermediet, yaitu dengan menghambat kotranspor antara Na+ dan Cl-.
Akibatnya, reabsorpsi NaCl dan air terhambat. Ekskresi ion Ca2+
menurun, sebaliknya ekskresi ion Mg2+ meningkat. Penggunaan
tiazid seringkali dikombinasikan dengan obat-obat antihipertensi lain dalam menghadapi pasien dengan hipertensi. Hal ini dikarenakan obat ini dapat meningkatkan efektivitas agen
antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda, sehingga dosis
dikurangi, juga dapat mencegah retensi cairan akibat penggunaan antihipertensi
lain sehingga efek obat masih dapat
bertahan. Contoh obat golongan tiazid adalah hidroklorotiazid (HCT), klorotiazid, bendroflumetiazid,d an beragam diuretik lain yang
mempunyai gugus aryl-sulfonamida.10
a.2. Loop diuretics (Diuretik kuat)
Efek obat golongan ini bersifat cepat, intens, dan segera. Obat ini
berpengaruh pada ansa Henle ascendens segmen tebal, dengan menghambat
kotranspor Na+/K+/2Cl2- dan resorpsi air dan elektrolit. Akibatnya,
ketiga elektrolit tersebut akan terekskresi dalam jumlah besar bersama air.
Ekskresi Ca2+ dan Mg2+ juga akan meningkat. Efek samping obat ini hampir sama dengan penggunaan tiazid. Hanya
saja pada pemakaian diuretik kuat menimbulkan hiperkalsuria dan penurunan kalsium
darah. Contoh obat yang termasuk golongan diuretik kuat adalah furosemid,
torasemid, bumetanid, dan asam etakrinat.10
a.3. Potassium sparring diuretics (Diuretik
hemat kalium)
Obat ini sangat berguna untuk mencegah ekskresi ion kalium
berlebihan serta meningkatkan efek natriuresis. Obat ini bekerja di
tubulus distal segmen distal dan duktus kolektivus segmen proksimal, di mana di
tempat tersebut Na+ direabsorpsi dan ditukar dengan ion K+ atau H+.
Efektivitas obat ini sebagai diuretik memang minimal.
Efek samping
pemberian diuretik11:
·
Penurunan
volume darah dapat menyebabkan hipotensi dan kolaps
·
Kenaikan
viskositas darah akibat peningkatan konsentrasi eritrosit dan trombosit. Hal
ini dapat meningkatkan risiko koagulasi intravaskular atau trombosis.
·
Kekurangan ion
magnesium (hipomagnesia)
·
Peningkatan
konsentrasi lipid dalam serums
b)
Beta blockers
Golongan ini menjadi pilihan obat untuk penderita hipertensi ringan
hingga sedang. Pada hipertensi berat, β-blockers berguna dalam mencegah refleks
takikardia yang seringkali muncul sebagai akibat penggunaan obat vasodilator.
Mekanisme menurunkan tekanan darah terutama dikaitkan dengan penghambatan
reseptor β-1, yaitu dengan menurunkan
frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard yang akan menurunkan cardiac output.. Pada penderita
hipertensi ringan hingga sedang, penderita yang diobati dengan golongan
β-blockers akan mengalami penurunan tekanan darah secara signifikan tanpa
disertai hipotensi. Contoh obat-obat yang tergolong
sebagai β-blockers: propanolol,
metoprolol, esmolol, dan sebagainya.10
c) ACE-inhibitor
Angiotensin-Convertizing Enzyme (ACE)-Inhibitor. ACE-I
akan mengubah enzim peptidil dipeptidase
yang berperan dalam
menghidrolisis angiotensin I
menjadi angiotensin II. Efek samping: hipotensi, batuk
kering, hiperkalemia, gangguan kecap, gagal ginjal akut, proteinuria, dan efek
teratogenik.Contoh obat: kaptopril (golongan pertama) dan lisinopril (bekerja
langsung), golongan prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril,
ramipril, benzapril, dan sebagainya.10
d) Angiotensin II
receptor blockers (ARB)
Reseptor angiotensin II
terdiri dari 2 kelompok, yaitu reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terutama
berada di otot polos pembuluh darah dan otot jantung , juga terdapat di ginjal, otak, dan kelenjar adrenal. Reseptor
ini memperantarai seluruh efek fisiologis AngII, terutama yang berperan dalam
menjaga homeostasis sistem kardiovaskular.
e)
Ca antagonist (antagonis
kalsium)
Selain berperan sebagai obat antianginal dan antiarrrhytmic, antagonis kalsium (Ca channel blockers) juga berperan dalam menurunkan resistensi
perifer dan tekanan darah. Mekanisme golongan Ca antagonis ini dengan
menginhibisi influks kalsium menuju sel-sel otot polos yang berada di pembuluh
darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium akan meraklasasi
arteriol, namun kurang berpengaruh terhadap vena3
Contoh obat: verapamil, diltiazem, dan obat-obatan yang tergolong
dalam family dihidropidiridin seperti
amlidipine, felodipine, israpidine, nocarpidine, nifedipine, dan nisoldipine.
Obat-obatan tersebut akan dipilih berdasarkan hemodinamik kanal kalsium blocker. Semua obat golongan antagonis kalsium dimetabolisme di hati. Oleh
karena itu, penggunaan pada pasien sirosis hati dan pasien lansia harus
dilakukan dengan sangat hati-hati.Hanya sedikit yang diekskresikan lewat ginjal
secara utuh, sehingga dosis untuk pasieen gangguan ginjal tidak perlu
penyesuaian.
Antagonis kalsium dikategorikan menjadi tiga kelompok obat10,11:
e.1.
Dihydropyridine
Kelompok
ini meliputi berbagai macam obat seperti nifedipin, nikardipin, isradipin,
felodipin, dan amlodipin. Golongan ini bersifat vaskuloselektif, yang berarti
dapat menguntungkan karena :
a.)
menurunkan
resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti;
b.)
relatif aman
bila dikombinasikan golongan β-blockers.
e.2.
Diphenylalkilamin
Kelompok obat ini bersifat sangat kardioselektif dengan menurunkan
kontraktilitas dan konduksi otot jantung. Contoh obat: verapamil.
e.3.
Benzothiazepin
Hampir sama seperti kelompok diphenylalkilamin, kelompok ini
bersifat kardioselektif dengan efek yang sama. Contoh obat: diltiazem. Penggunaan
diltiazem dan verapamil ini tidak menimbulkan efek takikardia karena memberikan
efek kronotropik negatif (menurunkan kecepatan denyut jantung) langsung pada
jantung.
Penanganan Menurut National Institues of Health.
12
1.
Tahap 1 : bantu pasien dengan mengubah ataupun
modifikasi gaya hidup, meliputi penurunan berat badan, batasi alkohol, kurangi
asupan garam dan berhenti merokok.
2.
Tahap 2 : jika pasien tidak berhasil memulihkan
ataupun mencapai tekanan darah yang diinginkan lanjutkan modifikasi gaya hidup
dengan terapi obat. Terapi obat yang
iberikan dengan dosis yang rendah.
3.
Tahap 3: jika pasien tidak berhasil mencapai tekanan
darah yang diinginkan maka lakukan pemberian obat kombinasi dari golongan
berbeda. Kombinasi ini yaitu tingkatkan dosis obat atau ganti dengan obat
golongan lainnya.
4.
Tahap 4 : Jika pasien tidak berhasil lagi untuk
mencapai tekanan darah yang diinginkan maka kombinasi obat dengan vasodilator,
antagonis alfa, dan antagonis neuron adrenergik.
VII.
Menegakkan diagnosis12
a.
Hipertensi ditegakkan dengan 2 kali atau lebih
pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali adanya gejala klinis beserta
kenaikan darah.
b.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan duduk
bersandar setelah beristirahat selama 5 menit.
c.
Anamnesis : hipertensi sangat berkaitan erat dengan
riwayat penyakit jantung koroner, merokok, gagal jantung, faktor psikososial,
makanan dan pemakaian obat bebas.
Kaitan dengan pertanyaan
Pasien
dapat mengalami PJK apabila terjadi krisis hipertensi. Krisis hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah yang berat dan disebabkan oleh salah satu
atau lebih mekanisme regulasi. Jika tidak diatasi maka akan berujung pada
komplikasi ginjal, jantung, otak dan bisa berujung pada kematian.
Berikut merupakan alur terjadinya PJK akibat hipertensi.
Merokok
I.
Patogenesis merokok
Merokok dapat menyebabkan penyakit
jantung, paru dan organ sekitarnya. Merokok dapat menyebabkan terjadi bekuan
darah, peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat menyebabkan peningkatan
kadar kolesterol dalam tubuh. Berikut adalah cara merokok efek pada kolesterol
yaitu 13:
1. Merokok
dapat menyebabkan penurunan dari HDL dan peningkatan LDL dikarenakan terjadi
peningkatan trigliserida.
2. Merokok
dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner dikarenakan dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan sel.
3. Merokok
dapat menyebabkan pembentukan plak pada pembuluh koroner.
4. Merokok
dapat menyebabkan terjadinya free radical.
II.
Tatalaksana pada pasien dengan kebiasaan merokok
Terapi non
farmako
Pada pasien yang memiliki kebiasaan
merokok harus dilakukan penghentian ataupun pembatasan merokok secara perlahan.
Menurut beberapa sumber pembatasan akan kepuasaan merokok dapat dilakukan
dengan mengunyah permen karet.
Terapi
farmako
Terapi farmako yang cocok untuk adaptif
atau pasien yang kecanduan merokok adalah dengan memberikan Nicotine
Replacement Therapy. Dimana terapi ini memberiakan efek pengganti untu
tidak kecanduan pada rokok yang mengandung nikotin.13 Bentuk
pemberian bisa dalam permen karet, patch, nasal spray dan tablet
sublingual. Adapun terapi lainnya berupa:
Tata
laksana
|
Potensial
risiko
|
Nicotine
patch
|
Iritasi
kulit
|
Nicotine
polacrilex (nicotine gum)
|
Dispepsia
|
Nicotine
nasal spray
|
Iritasi
hidung dan mata
|
Nicotine
inhaler
|
Iritasi
tenggorokan
|
Zyban
(bupropion hydrochloride)
|
Eating
disorder
|
Tabel 2. Terapi Merokok.13
Referensi :
1.
Silbernagl
S, Lang F. Color Atlas of Pathophisiology. New York. Thieme: 2000
2. World Health Organization
(WHO). 2008. The global burden of disease: 2007 update. Geneva: World Health
Organization.
3. World Health Organization
(WHO). 2009. World health statistics 2009. Geneva: World Health Organization.
4. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL,
Fauci AS, Loscalizo J. Harrison’s principles of internal medicine. 18thed.
New York: Mc-Graw Hill; 2012.
5. Knoll T. Epidemiology, Pathogenesis, and Pathophysiology of hypertension. European Cardiac Supplements 9; 2010 pp.
802–806.
6. Gupta R. 2005. Regression of
coronary atherosclerosis induced by drugs, diet and lifestyle changes. Contemporary
Medicine-1. New Delhi;2005 54-58.
7. Taylor RS, Brown A, Ebrahim
S. Exercise-based rehabilitation for
patients with coronary heart disease: systematic review and meta-analysis of
randomized controlled trials. Am J Med;2004 116: 682-692
8.
Libby
P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP (Eds). Braunwald’s Heart Disease. A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 9th
ed, vol2, Philadelphia: WB Saunders Co; 2011
9.
Katzung BG,
Trevor AJ. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. San Fransisco:
Mc Graw Hill; 2006.
10.
Lullmann H,
Mohr K, Ziegler A, Bieger D. Color Atlas of Pharmacology. 2nd ed.
Stuttgart: Thieme; 2000.
11.
Gunawan SG,
Setiabudy R, Nafrialdi, ed. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2012. Chapter 21, Antihipertensi; 341-60.
12. Guillermo M, Cecilia R, Marta M, Graciela.
New approaches in smoking treatment.CHD BY. September 2011 DOI: 10.5772/23221
13.
Charif C,
Cintia C, Vanessa R, Elisangela C. Factor assocaited with chronic smoking s in
patients with presence and absence of heart disease.Scielo. June 2012. DOI
10.1590/S0102-67202012000200007
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih