Blog Dokter Sobri
Tatalaksana Ablasio Retina
Tata Laksana Secara Umum
1.
Edukasi
pasien: edukasi pada pasien tentang penyakit yang
dideritanya sangat penting untuk membantu menurunkan progresi retinopati
diabetik. Edukasi ini meliputi ketaatan pengobatan (minum obat, kontrol ke
dokter) dan menghindari faktor-faktor lainnya yang dapat memperberat keadaan
pasien.
2. Kontrol diabetes:
kontrol diabetes dapat dilakukan dengan mengingatkan pasien untuk mengonsumsi
obat-obatan anti-hiperglikemia secara teratur dan rutin kontrol ke puskesmas
atau pun ke dokter penyakit dalam. Kontrol diabetes sangat penting dilakukan
mengingat penyakit mata yang diderita pasien disebabkan oleh penyakit sistemik
dalam hal ini diabetes mellitus.
3. Kontrol faktor risiko:
kontrol faktor risiko seperti tekanan darah tinggi dan hyperlipidemia juga
perlu dilakukan karena dapat mempercepat progresi dari retinopati diabetik.
4. Fenofibrat:
konsumsi fenofibrat 200 mg per hari dapat menurunkan progresi dari retinopati
diabetik pada pasien dengan DM tipe 2. Pemberian fibrat tidak dipengaruhi
apakah pasien telah mendapatkan statin atau tidak.
5.
Merokok:
berhenti merokok dianjurkan pada pasien retinopati diabetik, meskipun hubungan
antar keduanya masih belum jelas. Namun, merokok tentu dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah terutama pada pasien yang telah
menderita DM tipe 2.
Tata Laksana Farmakologis
1. Anti-angiogenesis
Setelah
penemuan bahwa VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor) memainkan peran penting dalam pathogenesis dari neovaskularisasi
dan edema makula, beberapa obat anti-angiogenesis telah ditemukan dan
menunjukkan manfaatnya dalam terapi, seperti
·
Pegaptanib sodium
·
Ranibizumab
·
Bevacizumab
·
Aflibercept
Keempat agen
anti-VEGF tersebut terbukti dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dan
menormalisasikan struktur makula pada kebanyakan pasien DME (Diabetic Macular Edema). Oleh karena efikasi dan keamaanannya, obat
ini lebih dipilih daripada menggunakan steroid. Meskipun demikian, masalah
utama dalam penggunaan anti-VEGF adalah harganya yang sangat mahal dan
frekuensi administrasinya.
Mekanisme kerja
obat ini dengan cara berikatan langsung dengan soluble VEGF sehingga menghambat ikatan VEGF dengan reseptornya di
endothelial. Penurunan ikatan VEGF dan reseptornya menyebabkan penurunan
angiogenesis dan permeabilitas vaskular.
Saat ini, obat
pilihan yang digunakan dari agen anti-VEGF adalah bevacizumab karena harganya
yang relatif murah dibandingkan obat-obatan lain di golongannya. Pada studi
retrospektif yang besar (PACORES Study), bevacizumab dengan dosis 1,25 mg atau
2,5 mg menunjukkan peningkatan ketajaman penglihatan yang bermakna. Tidak ada
perbedaan yang bermakna antara dosis tunggal dan ganda.
Risiko endoftalmitis
juga meningkat pada pasien dengan retinopati diabetik yang mendapatkana obat
ini dibandingkan penyakit mata lainnya seperti neovaskularisasi pada AMD,
oklusi vena retina.
2. Steroid
Steroid dapat
menghambat proses inflamasi seperti edema, deposisi fibrin, dilatasi kapiler,
deposisi kolagen, migrasi leukosit, proliferasi kapiler dan fibroblast. Steroid
memiliki manfaat pada penggunaan jangka pendek untuk pasien dengan retinopati
diabetik. Hal tersebut ditandai dengan adanya peningkatan tajam penglihatan dan
perbaikan dari temuan di OCT. Meskipun demikian, injeksi berulang dapat
menyebabkan komplikasi yang melebihi efek positifnya. Berdasarkan studi dari
DRCR, penggunaan steroid selama 2 tahun pada monoterapi dengan triamnicolone acetonide tidak lebih
superior dibandingkan fotokoagulasi laser pada edema makular. Selain itu,
penggunaan steroid juga dapat meningkatkan tekanan intra okular dan katarak
yang diinduksi steroid.
Tata Laksana Non Farmakologis
1. Fotokoagulasi panretinal (Panretinal Photocoagulation – PRP)
Fotokoagulasi panretinal dapat
menurunkan secara signifikan progresi dari pasien-pasien yang termasuk dalam
golongan risiko tinggi kehilangan penglihatannya (High Risk Characteristic – HRC). Adapun mata yang termasuk dalam
golongan ini adalah pasien yang memiliki
neovaskularisasi diskus (NVD) > 1/4 – 1/3 dari luas diskus atau
<1/4-1/3 dengan perdarahan vitreous,
dan neovaskularisasi dimanapun (NVE) >1/2 ukuran diskus yang disertai
perdarahan vitreous atau preretina.
Mekanisme kerja dari PRP sampai
saat ini belum diketahui secara jelas. Namun, beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa PRP menyebabkan penurunan produksi dari VEGF, meningkatkan oksigenasi
retina dengan peningkatan difusi dari koroid, peningkatan vasoinhibitor melalui
stimulasi langsung epitel pigmen retina.
Tujuan dari PRP
adalah untuk meregresi neovaskularisasi. Terapi yang direkomendasikan adalah
1200-2000 burns dengan diameter 500
μm yang dilewatkan melalui lensa Goldmann atau dengan diameter 200 μm yang
dilewatkan melalui lensa panfunduskop Rodenstock atau lensa Superquad Volk.
10 Prosedur PRP dapat dilakukan sekali atau berulang kali bergantung pada
ketersediaan alat, keparahan retinopati diabetik, keadaan umum pasien, jarak
untuk mendapatkan terapi, dan lain-lain. Pasien yang menunjukkan regresi
neovaskularisasi dalam 3 bulan memiliki prognosis penglihatan yang baik.
Hal penting
yang perlu diketahui oleh pasien saat akan mendapatkan terapi PRP antara lain
·
PRP dapat menurunkan
progresi dari PDR, namun tidak pada semua kasus
·
Risiko perdarahan masih
mungkin terjadi karena regresi neovaskularisasi berlangsung lambat
·
PRP mungkin menyebabkan
penurunan ketajaman dan lapang pandang penglihatan untuk beberapa saat, namun
manfaat yang diperoleh lebih besar dibandingkan efek sampingnya
2. Focal laser for macular edema
Fotokoagulasi laser argon dapat
menurunkan progresi dari makular edema. Berdasarkan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS), makular edema
yang signifikan (CSME) didefinisikan sebagai berikut
1. Penebalan
retina dalam 500 μm dari bagian tengah makula
2. Eksudat
keras dalam 500 μm dari pusat makula yang disertai dengan penebalan retina
3. Luas
edema makular lebih besar dari luas satu diskus yang sebagian berada dalam satu
diameter pusat makula
Metode laser fokal dilakukan
dengan menembakkan laser argon atau diode pada mikroaneurisma yang bocor,
berjarak 500-3000 μm dari foveola. Ukuran laser yang digunakan 50-100 μm dengan
durasi 0,05-0,1 detik dengan kekuatan yang cukup untuk mendapatkan reaksi
keabu-abuan di bawah mikroaneurisma.
3. Vitrektomi
Indikasi utama
untuk dilakukan vitrektomi pada pasien retinopati diabetik adalah ablasio
retina, edema makular traksional, dan perdarahan vitreous. Perdarahan vitreous
merupakan salah satu komplikasi tersering dari retinopati diabetik (RD). Terapi
pembedahan merupakan indikasi dari pasien RD yang belum pernah mendapatkan
terapi PRP sebelumnya. Jika pasien pernah menjalani terapi PRP, maka dapat
ditunggu sampai 3 bulan untuk reasorbsi perdarahan. Namun, jika perdarahan
belum berhenti, maka termasuk dalam indikasi bedah.
Teknik
pembedahan yang biasa dilakukan adalah posterior
pars plana vitrectomy. Pada saat pembedahan, penting untuk membuang
memmbran atau jaringan fibrovaskular yang menyebabkan traksi retina dan ablasio
retina. Pewarnaan vitreous dengan menggunakan triamnicolon membantu dokter
untuk mengangkat keseluruhan vitreous dan berguna sebagai agen antiinflamasi.
Komplikasi vitrektomi antara lain katarak perdarahan (biasanya pada pasien
berusia 50-55 tahun), ablasio retina, dan
endoftalmitis.
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih