Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Saturday, 10 August 2019

Tatalaksana ablasio retina

Blog Dokter Sobri

Tatalaksana Ablasio Retina


Tata Laksana Secara Umum
1.      Edukasi pasien: edukasi pada pasien tentang penyakit yang dideritanya sangat penting untuk membantu menurunkan progresi retinopati diabetik. Edukasi ini meliputi ketaatan pengobatan (minum obat, kontrol ke dokter) dan menghindari faktor-faktor lainnya yang dapat memperberat keadaan pasien.
2.      Kontrol diabetes: kontrol diabetes dapat dilakukan dengan mengingatkan pasien untuk mengonsumsi obat-obatan anti-hiperglikemia secara teratur dan rutin kontrol ke puskesmas atau pun ke dokter penyakit dalam. Kontrol diabetes sangat penting dilakukan mengingat penyakit mata yang diderita pasien disebabkan oleh penyakit sistemik dalam hal ini diabetes mellitus.
3.      Kontrol faktor risiko: kontrol faktor risiko seperti tekanan darah tinggi dan hyperlipidemia juga perlu dilakukan karena dapat mempercepat progresi dari retinopati diabetik.
4.      Fenofibrat: konsumsi fenofibrat 200 mg per hari dapat menurunkan progresi dari retinopati diabetik pada pasien dengan DM tipe 2. Pemberian fibrat tidak dipengaruhi apakah pasien telah mendapatkan statin atau tidak.
5.      Merokok: berhenti merokok dianjurkan pada pasien retinopati diabetik, meskipun hubungan antar keduanya masih belum jelas. Namun, merokok tentu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah terutama pada pasien yang telah menderita DM tipe 2.

Tata Laksana Farmakologis
1.       Anti-angiogenesis
Setelah penemuan bahwa VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) memainkan peran penting dalam pathogenesis dari neovaskularisasi dan edema makula, beberapa obat anti-angiogenesis telah ditemukan dan menunjukkan manfaatnya dalam terapi, seperti
·         Pegaptanib sodium
·         Ranibizumab
·         Bevacizumab
·         Aflibercept
Keempat agen anti-VEGF tersebut terbukti dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dan menormalisasikan struktur makula pada kebanyakan pasien DME (Diabetic Macular Edema).  Oleh karena efikasi dan keamaanannya, obat ini lebih dipilih daripada menggunakan steroid. Meskipun demikian, masalah utama dalam penggunaan anti-VEGF adalah harganya yang sangat mahal dan frekuensi administrasinya.
Mekanisme kerja obat ini dengan cara berikatan langsung dengan soluble VEGF sehingga menghambat ikatan VEGF dengan reseptornya di endothelial. Penurunan ikatan VEGF dan reseptornya menyebabkan penurunan angiogenesis dan permeabilitas vaskular.
Saat ini, obat pilihan yang digunakan dari agen anti-VEGF adalah bevacizumab karena harganya yang relatif murah dibandingkan obat-obatan lain di golongannya. Pada studi retrospektif yang besar (PACORES Study), bevacizumab dengan dosis 1,25 mg atau 2,5 mg menunjukkan peningkatan ketajaman penglihatan yang bermakna. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara dosis tunggal dan ganda.
Risiko endoftalmitis juga meningkat pada pasien dengan retinopati diabetik yang mendapatkana obat ini dibandingkan penyakit mata lainnya seperti neovaskularisasi pada AMD, oklusi vena retina.
2.       Steroid
Steroid dapat menghambat proses inflamasi seperti edema, deposisi fibrin, dilatasi kapiler, deposisi kolagen, migrasi leukosit, proliferasi kapiler dan fibroblast. Steroid memiliki manfaat pada penggunaan jangka pendek untuk pasien dengan retinopati diabetik. Hal tersebut ditandai dengan adanya peningkatan tajam penglihatan dan perbaikan dari temuan di OCT. Meskipun demikian, injeksi berulang dapat menyebabkan komplikasi yang melebihi efek positifnya. Berdasarkan studi dari DRCR, penggunaan steroid selama 2 tahun pada monoterapi dengan triamnicolone acetonide tidak lebih superior dibandingkan fotokoagulasi laser pada edema makular. Selain itu, penggunaan steroid juga dapat meningkatkan tekanan intra okular dan katarak yang diinduksi steroid.
Tata Laksana Non Farmakologis
1.       Fotokoagulasi panretinal (Panretinal Photocoagulation – PRP)
Fotokoagulasi panretinal dapat menurunkan secara signifikan progresi dari pasien-pasien yang termasuk dalam golongan risiko tinggi kehilangan penglihatannya (High Risk Characteristic – HRC). Adapun mata yang termasuk dalam golongan ini adalah  pasien yang memiliki neovaskularisasi diskus (NVD) > 1/4 – 1/3 dari luas diskus atau <1/4-1/3  dengan perdarahan vitreous, dan neovaskularisasi dimanapun (NVE) >1/2 ukuran diskus yang disertai perdarahan vitreous atau preretina.
Mekanisme kerja dari PRP sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Namun, beberapa hipotesis menyebutkan bahwa PRP menyebabkan penurunan produksi dari VEGF, meningkatkan oksigenasi retina dengan peningkatan difusi dari koroid, peningkatan vasoinhibitor melalui stimulasi langsung epitel pigmen retina.
Tujuan dari PRP adalah untuk meregresi neovaskularisasi. Terapi yang direkomendasikan adalah 1200-2000 burns dengan diameter 500 μm yang dilewatkan melalui lensa Goldmann atau dengan diameter 200 μm yang dilewatkan melalui lensa panfunduskop Rodenstock atau lensa Superquad Volk. 10 Prosedur PRP dapat dilakukan sekali atau berulang kali bergantung pada ketersediaan alat, keparahan retinopati diabetik, keadaan umum pasien, jarak untuk mendapatkan terapi, dan lain-lain. Pasien yang menunjukkan regresi neovaskularisasi dalam 3 bulan memiliki prognosis penglihatan yang baik.
Hal penting yang perlu diketahui oleh pasien saat akan mendapatkan terapi PRP antara lain
·         PRP dapat menurunkan progresi dari PDR, namun tidak pada semua kasus
·         Risiko perdarahan masih mungkin terjadi karena regresi neovaskularisasi berlangsung lambat
·         PRP mungkin menyebabkan penurunan ketajaman dan lapang pandang penglihatan untuk beberapa saat, namun manfaat yang diperoleh lebih besar dibandingkan efek sampingnya


2.       Focal laser for macular edema
Fotokoagulasi laser argon dapat menurunkan progresi dari makular edema. Berdasarkan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS), makular edema yang signifikan (CSME) didefinisikan sebagai berikut
1.      Penebalan retina dalam 500 μm dari bagian tengah makula
2.      Eksudat keras dalam 500 μm dari pusat makula yang disertai dengan penebalan retina
3.      Luas edema makular lebih besar dari luas satu diskus yang sebagian berada dalam satu diameter pusat makula
Metode laser fokal dilakukan dengan menembakkan laser argon atau diode pada mikroaneurisma yang bocor, berjarak 500-3000 μm dari foveola. Ukuran laser yang digunakan 50-100 μm dengan durasi 0,05-0,1 detik dengan kekuatan yang cukup untuk mendapatkan reaksi keabu-abuan di bawah mikroaneurisma.
3.       Vitrektomi
Indikasi utama untuk dilakukan vitrektomi pada pasien retinopati diabetik adalah ablasio retina, edema makular traksional, dan perdarahan vitreous. Perdarahan vitreous merupakan salah satu komplikasi tersering dari retinopati diabetik (RD). Terapi pembedahan merupakan indikasi dari pasien RD yang belum pernah mendapatkan terapi PRP sebelumnya. Jika pasien pernah menjalani terapi PRP, maka dapat ditunggu sampai 3 bulan untuk reasorbsi perdarahan. Namun, jika perdarahan belum berhenti, maka termasuk dalam indikasi bedah.
Teknik pembedahan yang biasa dilakukan adalah posterior pars plana vitrectomy. Pada saat pembedahan, penting untuk membuang memmbran atau jaringan fibrovaskular yang menyebabkan traksi retina dan ablasio retina. Pewarnaan vitreous dengan menggunakan triamnicolon membantu dokter untuk mengangkat keseluruhan vitreous dan berguna sebagai agen antiinflamasi. Komplikasi vitrektomi antara lain katarak perdarahan (biasanya pada pasien berusia 50-55 tahun), ablasio retina, dan  endoftalmitis.


Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih