Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Sunday, 19 May 2019

Komplikasi Retinopati Diabetik

Blog Dokter Sobri

Komplikasi Retinopati Diabetik

Pendahuluan
Salah satu komplikasi DM adalah retinopati diabetik. Pada kondisi ini pasien biasanya mengalami kebutaan. Komplikasi ini biasanya terjadi pada usia 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes. Ketika diabetes tipe 1 ditegakkan retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Namun setelah 10 tahun prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun prevalensi menjadi lebih dari 90%.

Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang dianggap sebagai faktor risiko utama terjadinya retinopati diabetik yaitu jalur poliol, glikasi nonenzimatik  dan pembentukan proein kinase C. Pada jalur poliol, hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol. Produksi ini dapat masuk ke dalam jaringan termasuk lensa dan saraf optik. Senyawa poliol ini tidak dapat melewati membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Penimbunan senyawa poliol itu selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
Proses biokimiawi selanjutnya adalah jalur glikasi nonenzimatik. Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan glikasi nonezimatik pada protein dan asam deoksiribonukleat (DNA). Kejadian ini dapat menghambat aktivitas enzim dan kebutuhan DNA. Protein yang mengalami glikasi dapat membentuk radikal bebas yang selanjutnya menyebabkan kerusakan sel.
Mekanisme biokimiawi yang terakhir adalah protein kinase C.  Pasien DM cenderung untuk memiliki kondisi hiperglikemia. Kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan aktivitas protein kinase C di retina dan sel endotel. Hal ini kemudian mempengaruhi permeabilitas vaskuler, kontraktilitas, sintesis membran basalis, dan proliferasi sel vaskuler.

Patofisiologi
Dalam menjaga kesehatan dan aktivitas metabolisme, reitna sangat bergantung pada pembuluh kapiler retina. Di retina, pembuluh kapiler menyebar hampir ke seluruh permukaan retina. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik  terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis, dan sel endotel. Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barier dan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel memiliki ikatan dengan satu sama lain dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.
Pada retinopati diabetik perubahan histopatologi yang terjadi berupa penebalan membran basalis dan  hilangnya perisit dan proliferasi endotel. Patofisiologi terjadinya retinipati diabetik dapat dijelaskan dengan beberapa proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler  yaitu  pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi pembuluh darah dan jaringan fibrosa di retina, dan kontraksi jaringan fibrosis di retina. Penyumbatan dan hilangnya perfusi dapat menyebabkan iskemia retina .
Setelah itu pasien dapat mengalami kebutaan. Kebutaan dapat terjadi dengan beberapa mekanisme seperti edema makula atau nonperfusi kapiler, pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferatif dan kontraksi jaringan fibrosis yang dapat menyebabkan ablasio retina, selanjutnya pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan pendarahan preretina dan vitrous. pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.

Klasifikasi  
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi dua yaitu: nonprolifertaif dan proliferatif. Retinopati nonproliferatif biasanya muncul pada akhir dekade pertama atau awal dekade kedua pasien terkena DM. Bentuk ini merupakan kelainan yang sering ditemukan dan tanpa gejala. Stadium ini sulit dideteksi jika hanya menggunakan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling baik digunakan adalah foto fundus dan fundal fluorescein angiography (FFA). Saat melakukan pemeriksaan itu hal yang dapat diamati adalah adanya mikroaneurisma pada kapiler retina. Mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60 im dan sering kelihatan pada bagian posterior. Terjadinya mikroaneurisma diduga berhubungan dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya tekanan intraluminal.
Kelainan morfologi lain yang dapat terlihat adalah penebalan membran membran basalis, perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai bercak kuning. Perdarahan dapat terjadi karena adanya kebocoran eritrosit. Eksudat terjadi karena adanya kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.
Selain retinopati diabetik nonproliferatif dapat juga terjadi retinopati diabetik proliferatif.  Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru. Pembuluh darah tersebut hanya berisi satu lapis endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena dapat tumbuh meluas keluar retina sampai ke vitreus. Akibatnya dapat meninmbulkan kebutaan.
Jika terjadi perdarahan transmisi cahaya yang masuk ke dalam vitreus terhalangi dan menimbulkan penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, dan hitam. Apabila perdarahan berlangsung terus menerus dapat menimbulkan fibrosis atau sikatriks pada retina. Kondisi ini dapat menyebabkan ablasio retina yaitu retina tertarik sampai terlepas. Hal ini terjadi karena retina hanya terdiri dari beberapa lapis sel saja dan tidak dapat menahan tekanan dari sikatriks yang terbentuk.
Selain itu pembuluh darah baru juga dapat menimbulkan stroma dari iris kemudian bersama dengan jaringan fibrosis dapat meluas sampai ke sudut dari chamber anterior. Keadaan tersebut dapat menimbulkan glaukoma neovaskuler yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler.

Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan merupakan hal yang palng disarankan untuk dilakukan. Namun jika sudah terkena maka harus dilakukan pengobatan. Prinsip pengobatan yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan yang dilakukan saat ini ada beberapa yaitu kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah, ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi, koagulasi sinar dengan laser, dan virektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina.
Pada waktu diagnosis DM ditegakkan pasien perlu untuk melakukan pemeriksaan minimal setiap tahun. Hal ini karena pasien tanpa retinopati pada awal diagnosis DM ditegakkan memiliki presentasi 5%-10% akan mengalami retinopati setelah 1 tahun. Selain itu perlu juga untuk melakukan kontrol glukosa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahwa pasien dengan glukosa terkontrol memiliki penurunan risiko terkena retinopati diabetik sebesar 76%. Demikian juga pada pasien yang sudah terkena retinopati kontrol glukosa dapat mencegah perburukan glukosa sebesar 54%.
Selain kontrol glukosa perlu juga dilakukan kontrol hipertensi. Berbagai studi menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan progresifitas retinopati sebesar 34%. Selain itu dapat juga dilakukan fotokoagulasi. Penelitian yang dilakukan oleh National Institutes of Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengobatan dengan sinar laser sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula. Kemudian dapat juga dilakukan vitrektomi. Indikasi untuk dilakukan nya vitrektomi adalah retinopati diabetik proliferatif berat, perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
Sedangkan proliferatif retinopati diabetik biasanya berkembang dari nonproliferatif retinopati diabetik. Proliferatif retinopati merupakan suatu neovaskularisasi dan fibrosis. Lesi ini bisa menimbulkan akibat yang serius seperti kebutaan terutama jika mengenai makula. Selain itu dapat juga terjadi perdarahan pada vitrous akibat ruptur kapiler yang baru terbentuk

Referensi
1.      Fauci. Braunwald. Kasper. Hauster. Longo. Jameson. et al. Harrison’s Principal of Internal Medicine. 17 ed. 2008. Endocrinology and metabolism.
2.      Kumar. Abbas. Fausto. Aster. Pathologic Basic of Disease. 8ed. 2010. Philadelphia
3.      Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati S. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam . Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p. 1942-46

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih