Blog Dokter Sobri
Komplikasi Retinopati Diabetik
Pendahuluan
Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang dianggap sebagai faktor
risiko utama terjadinya retinopati diabetik yaitu jalur poliol, glikasi
nonenzimatik dan pembentukan proein
kinase C. Pada jalur poliol,
hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi
dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol. Produksi ini dapat masuk ke dalam
jaringan termasuk lensa dan saraf optik. Senyawa poliol ini tidak dapat
melewati membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di
dalam sel. Penimbunan senyawa poliol itu selanjutnya menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.
Proses biokimiawi selanjutnya adalah jalur glikasi nonenzimatik. Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan
glikasi nonezimatik pada protein dan asam deoksiribonukleat (DNA). Kejadian ini
dapat menghambat aktivitas enzim dan kebutuhan DNA. Protein yang mengalami
glikasi dapat membentuk radikal bebas yang selanjutnya menyebabkan kerusakan
sel.
Mekanisme biokimiawi yang terakhir adalah protein kinase C. Pasien DM cenderung untuk memiliki kondisi
hiperglikemia. Kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan aktivitas
protein kinase C di retina dan sel endotel. Hal ini kemudian mempengaruhi
permeabilitas vaskuler, kontraktilitas, sintesis membran basalis, dan
proliferasi sel vaskuler.
Patofisiologi
Dalam menjaga kesehatan dan aktivitas metabolisme, reitna
sangat bergantung pada pembuluh kapiler retina. Di retina, pembuluh kapiler
menyebar hampir ke seluruh permukaan retina. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk retinopati diabetik terletak pada
kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri atas tiga lapisan dari luar ke
dalam yaitu sel perisit, membran basalis, dan sel endotel. Sel perisit
berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barier dan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
memiliki ikatan dengan satu sama lain dengan matriks ekstrasel dari membran
basalis membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil.
Pada retinopati diabetik perubahan histopatologi yang terjadi
berupa penebalan membran basalis dan
hilangnya perisit dan proliferasi endotel. Patofisiologi terjadinya
retinipati diabetik dapat dijelaskan dengan beberapa proses dasar yang terjadi
di tingkat kapiler yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi pembuluh
darah dan jaringan fibrosa di retina, dan kontraksi jaringan fibrosis di
retina. Penyumbatan dan hilangnya perfusi dapat menyebabkan iskemia retina .
Setelah itu pasien dapat mengalami kebutaan. Kebutaan dapat
terjadi dengan beberapa mekanisme seperti edema makula atau nonperfusi kapiler,
pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferatif dan
kontraksi jaringan fibrosis yang dapat menyebabkan ablasio retina, selanjutnya pembuluh
darah baru yang terbentuk menimbulkan pendarahan preretina dan vitrous.
pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Klasifikasi
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi dua yaitu:
nonprolifertaif dan proliferatif. Retinopati
nonproliferatif biasanya muncul pada akhir dekade pertama atau awal dekade
kedua pasien terkena DM. Bentuk ini merupakan kelainan yang sering ditemukan
dan tanpa gejala. Stadium ini sulit dideteksi jika hanya menggunakan
pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling baik
digunakan adalah foto fundus dan fundal
fluorescein angiography (FFA). Saat melakukan pemeriksaan itu hal yang
dapat diamati adalah adanya mikroaneurisma pada kapiler retina. Mikroaneurisma
tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60 im dan sering kelihatan
pada bagian posterior. Terjadinya mikroaneurisma diduga berhubungan dengan
faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan dinding kapiler
akibat berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya tekanan intraluminal.
Kelainan morfologi lain yang dapat terlihat adalah penebalan
membran membran basalis, perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai
bercak kuning. Perdarahan dapat terjadi karena adanya kebocoran eritrosit.
Eksudat terjadi karena adanya kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma
sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.
Selain retinopati diabetik nonproliferatif dapat juga terjadi
retinopati diabetik proliferatif. Retinopati diabetik proliferatif ditandai
dengan pembentukan pembuluh darah baru. Pembuluh darah tersebut hanya berisi
satu lapis endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga bersifat
sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut
sangat berbahaya karena dapat tumbuh meluas keluar retina sampai ke vitreus.
Akibatnya dapat meninmbulkan kebutaan.
Jika terjadi perdarahan transmisi cahaya yang masuk ke dalam
vitreus terhalangi dan menimbulkan penampakan berupa bercak warna merah,
abu-abu, dan hitam. Apabila perdarahan berlangsung terus menerus dapat
menimbulkan fibrosis atau sikatriks pada retina. Kondisi ini dapat menyebabkan ablasio retina yaitu retina tertarik
sampai terlepas. Hal ini terjadi karena retina hanya terdiri dari beberapa
lapis sel saja dan tidak dapat menahan tekanan dari sikatriks yang terbentuk.
Selain itu pembuluh darah baru juga dapat menimbulkan stroma
dari iris kemudian bersama dengan jaringan fibrosis dapat meluas sampai ke
sudut dari chamber anterior. Keadaan tersebut dapat menimbulkan glaukoma neovaskuler
yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler.
Pencegahan dan
pengobatan
Pencegahan merupakan hal yang palng disarankan untuk
dilakukan. Namun jika sudah terkena maka harus dilakukan pengobatan. Prinsip
pengobatan yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya kebutaan permanen.
Metode pencegahan dan pengobatan yang dilakukan saat ini ada beberapa yaitu
kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah, ablasi kelenjar hipofisis melalui
pembedahan atau radiasi, koagulasi sinar dengan laser, dan virektomi untuk
perdarahan vitreus atau ablasio retina.
Pada waktu diagnosis DM ditegakkan pasien perlu untuk
melakukan pemeriksaan minimal setiap tahun. Hal ini karena pasien tanpa
retinopati pada awal diagnosis DM ditegakkan memiliki presentasi 5%-10% akan
mengalami retinopati setelah 1 tahun. Selain itu perlu juga untuk melakukan
kontrol glukosa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahwa pasien dengan
glukosa terkontrol memiliki penurunan risiko terkena retinopati diabetik
sebesar 76%. Demikian juga pada pasien yang sudah terkena retinopati kontrol
glukosa dapat mencegah perburukan glukosa sebesar 54%.
Selain kontrol glukosa perlu juga dilakukan kontrol
hipertensi. Berbagai studi menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan kontrol
tekanan darah secara ketat mengalami penurunan progresifitas retinopati sebesar
34%. Selain itu dapat juga dilakukan fotokoagulasi. Penelitian yang dilakukan
oleh National Institutes of Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
pengobatan dengan sinar laser sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula. Kemudian dapat juga dilakukan
vitrektomi. Indikasi untuk dilakukan nya vitrektomi adalah retinopati diabetik
proliferatif berat, perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
Sedangkan proliferatif retinopati diabetik
biasanya berkembang dari nonproliferatif retinopati diabetik. Proliferatif
retinopati merupakan suatu neovaskularisasi dan fibrosis. Lesi ini bisa
menimbulkan akibat yang serius seperti kebutaan terutama jika mengenai makula.
Selain itu dapat juga terjadi perdarahan pada vitrous akibat ruptur kapiler
yang baru terbentuk
Referensi
1.
Fauci.
Braunwald. Kasper. Hauster. Longo. Jameson. et al. Harrison’s Principal of
Internal Medicine. 17 ed. 2008. Endocrinology and metabolism.
2. Kumar.
Abbas. Fausto. Aster. Pathologic Basic of Disease. 8ed. 2010.
Philadelphia
3. Sudoyo
AW. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati S. Buku Ajar ilmu Penyakit
Dalam . Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p. 1942-46
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih