Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Monday, 6 May 2019

Faal dan Farmakodinamik Kortikosteroid

Blog Dokter Sobri

Faal dan Farmakodinamik Kortikosteroid
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, serta mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf, dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam kerjasama ini disebut permissive effects, yaitu kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain, diduga mekanismenya melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respon jaringan terhadap hormon lain. Misalnya otot polos bronkus tidak akan berespon terhadap katekolamin bila tidak ada kortikosteroid, dan pemberian kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan respon tersebut.
Suatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau farmakologik, tergantung keadaan sekitar dan aktivitas individu. Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya.
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan besar, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol. Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol. Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam), kerja sedang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam). Beberapa pengaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh ialah sebagai berikut:
Metabolisme karbohidrat dan protein
Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke dalam sel otot. Glukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitif dan menyebabkan lipolisis. Peningkatan kadar insulin merangsang lipogenesis dan sedikit menghambat lipolisis sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak, peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah. Efek ini paling nyata pada kondisi puasa, dimana kadar glukosa otak dipertahankan dengan cara glukoneogenesis, katabolisme protein otot melepas asam amino, perangsangan lipolisis, dan hambatan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Hormon ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar. Di perifer steroid mempunyai efek katabolik. Efek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfoid, pengurangan massa jaringan otot, terjadi osteoporosis tulang, penipisan kulit, dan keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Asam amino tersebut dibawa ke hepar dan digunakan sebagai substrat enzim yang berperan dalam produksi glukosa dan glikogen.
 Metabolisme lemak
Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau pada sindrom cushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak, leher bagian belakang (buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di muka (moon face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang.
Keseimbangan Air dan Elektrolit
Mineralokortikoid dapat meningkatkan reabsorbsi Na+ serta ekskresi K+ dan H+ di tubulus distal ginjal. Dengan dasar mekanisme inilah pada hiperkortisisme terjadi retensi Na+ yang disertai ekspansi volume CES, hipokalemia, dan alkalosis. Pada hipokortisisme terjadi sebaliknya hiponatremia, hiperkalemia, dan pengurangan volume CES serta dehidrasi sel. Aldosteron merupakan mineralokortikoid yang paling kuat.
Kortisol dapat menyebabkan retensi Na+ dan meningkatkan sekresi K+ tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Oleh karena itu, penggunaan kortisol dalam waktu singkat biasanya tidak menambah sekresi asam. Berlawanan dengan aldosteron, kortisol dalam keadaan tertentu dapat meningkatkan ekskresi Na+ . Hal ini mungkin disebabkan karena hormon tersebut dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubulus ginjal. Hiperkortisisme akibat kortisol dosis besar dapat menyebabkan alkalosis hipokloremik yang tidak berat. Keadaan ini menunjukkan bahwa efek kortisol terhadap keseimbangan air dan elektrolit tidak sekuat aldosteron

Referensi:
1.        Katzung, Betram G. Basic and Clinical Pharmacology. 8th ed. USA : McGraw Hill. 2004.
2.        Suharti K dan Purwantyastuti A. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog sintetik, dan Antagonisnya dalam Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal : 499-513.

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih