Blog Dokter Sobri
Faal dan Farmakodinamik Kortikosteroid
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak, serta mempengaruhi juga fungsi sistem
kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf, dan organ lain. Korteks
adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat
mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Efek
kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis
terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan
kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam
kerjasama ini disebut permissive effects,
yaitu kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain, diduga
mekanismenya melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang
mengubah respon jaringan terhadap hormon lain. Misalnya otot polos bronkus
tidak akan berespon terhadap katekolamin bila tidak ada kortikosteroid, dan
pemberian kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan respon tersebut.
Suatu
dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau farmakologik,
tergantung keadaan sekitar dan aktivitas individu. Meskipun kortikosteroid
mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan alamiah
maupun yang sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan
penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya.
Dalam
klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan besar, yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada
penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada
keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini adalah
kortisol. Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan
glikogen hepar sangat kecil. Prototip golongan ini adalah desoksikortikosteron.
Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang
berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol. Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan
menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat
(<12 jam), kerja sedang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam). Beberapa
pengaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh ialah sebagai berikut:
Metabolisme
karbohidrat dan protein
Glukokortikoid
meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang pelepasan insulin dan
menghambat masuknya glukosa ke dalam sel otot. Glukokortikoid juga merangsang
lipase yang sensitif dan menyebabkan lipolisis. Peningkatan kadar insulin
merangsang lipogenesis dan sedikit menghambat lipolisis sehingga hasil akhirnya
adalah peningkatan deposit lemak, peningkatan pelepasan asam lemak, dan
gliserol ke dalam darah. Efek ini paling nyata pada kondisi puasa, dimana kadar
glukosa otak dipertahankan dengan cara glukoneogenesis, katabolisme protein
otot melepas asam amino, perangsangan lipolisis, dan hambatan ambilan glukosa
di jaringan perifer.
Hormon ini menyebabkan glukoneogenesis di
perifer dan di hepar. Di perifer steroid mempunyai efek katabolik. Efek
katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfoid,
pengurangan massa jaringan otot, terjadi osteoporosis tulang, penipisan kulit,
dan keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Asam amino tersebut dibawa ke hepar
dan digunakan sebagai substrat enzim yang berperan dalam produksi glukosa dan
glikogen.
Metabolisme lemak
Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar
jangka panjang atau pada sindrom cushing, terjadi gangguan distribusi lemak
tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak, leher
bagian belakang (buffalo hump),
daerah supraklavikula dan juga di muka (moon
face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang.
Keseimbangan Air dan Elektrolit
Mineralokortikoid
dapat meningkatkan reabsorbsi Na+ serta ekskresi K+ dan H+
di tubulus distal ginjal. Dengan dasar mekanisme inilah pada hiperkortisisme
terjadi retensi Na+ yang disertai ekspansi volume CES, hipokalemia,
dan alkalosis. Pada hipokortisisme terjadi sebaliknya hiponatremia,
hiperkalemia, dan pengurangan volume CES serta dehidrasi sel. Aldosteron
merupakan mineralokortikoid yang paling kuat.
Kortisol dapat menyebabkan retensi Na+
dan meningkatkan sekresi K+ tetapi efek ini jauh lebih kecil
daripada aldosteron. Oleh karena itu, penggunaan kortisol dalam waktu singkat
biasanya tidak menambah sekresi asam. Berlawanan dengan aldosteron, kortisol
dalam keadaan tertentu dapat meningkatkan ekskresi Na+ . Hal ini
mungkin disebabkan karena hormon tersebut dapat meningkatkan laju filtrasi
glomerulus. Selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubulus ginjal.
Hiperkortisisme akibat kortisol dosis besar dapat menyebabkan alkalosis
hipokloremik yang tidak berat. Keadaan ini menunjukkan bahwa efek kortisol
terhadap keseimbangan air dan elektrolit tidak sekuat aldosteron
Referensi:
1.
Katzung,
Betram G. Basic and Clinical Pharmacology. 8th ed. USA : McGraw
Hill. 2004.
2.
Suharti K dan
Purwantyastuti A. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog sintetik,
dan Antagonisnya dalam Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2009. Hal : 499-513.
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih