Blog Dokter Sobri
Patogenesis dan patofisiologi edema paru non kardiogenik dan ARDS
Secara umum, edema paru merupakan
kondisi dimana terjadi akumulasi cairan abnormal di
kompartemen ekstravaskular paru, baik di jaringan interstisial maupun di alveoli. Beberapa
faktor yang berperan pada kondisi ini antara lain peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler paru, penurunan tekanan onkotik di pembuluh
darah, dan peningkatan permeabilitas
kapiler. Berdasarkan penyebabnya, edema paru dibagi menjadi dua jenis, yaitu edema paru kardiogenik
dan edema paru nonkardiogenik. Edema paru kardiogenik umumnya disebabkan karena
peningkatan tekanan hidrostatik sebagai akibat dari peningkatan tekanan vena. Penyebab kardiogenik biasanya disebabkan oleh kelainan jantung, misalnya gagal jantung kiri akibat
hipertensi pulmoner. Edema paru kardiogenik umumnya ditandai dengan
tekanan darah sistemik yang tinggi
(>180/110).1
Sementara itu, edema paru non kardiogenik umumnya disebabkan
karena peningkatan permeabilitas
kapiler sebagai akibat dari respon inflamasi terhadap jejas pada paru, misalnya akibat infeksi, inhalasi zat toksik, dan trauma dada. Pada kondisi sepsis, inflamasi terjadi
di seluruh tubuh, sehingga terdapat ekstravasasi cairan sistemik, termasuk di paru. Selain peningkatan permeabilitas kapiler, edema paru nonkardiogenik
juga dapat disebabkan oleh tekanan onkotik yang rendah, misalnya pada keadaan hipoalbuminemia
pada malnutrisi dan
kegagalan liver atau keadaan dimana terjadi
kehilangan protein pada sindrom nefrotik. Pada sebagian besar kasus, etiologi dapat ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun, pada beberapa
kasus, diperlukan pula pemeriksaan penunjang lain, seperti pemeriksaan radiologi. 1
Edema paru akibat gangguan permeabilitas
terjadi ketika cairan dan protein yang keluar dari pembuluh darah melebihi
laju pembuangannya. Adanya gangguan permeabilitas menyebabkan zat lebih mudah keluar sehingga biasanya cairan dan protein lebih banyak menumpuk.
Pembentukan edema akan lebih sensitif terhadap peningkatan tekanan jika pembatas antara alveoli dan kapiler darah (barrier) sudah rusak. Peningkatan tekanan ini umumnya disebabkan
karena terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti tromboksan yang menyebabkan efek vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan, atau efek lain ke jantung
dan sirkulasi seperti
peningkatan tekanan atrium kiri dan peningkatan curah jantung pada kondisi
sepsis. 1
Kerusakan pembatas antara alveoli dan kapiler darah menyebabkan
hilangnya protein protektif yang menjaga tekanan osmotik absorptif
sehingga gaya filtrasi tidak dioposisi gaya absorpsi,
meskipun tekanan hidrostatiknya normal. Pembuluh limfe memiliki kemampuan untuk memompa lebih kuat ketika paru mengalami kerusakan,
tetapi pada suatu titik tidak bisa mengompensasi melebihi kebocoran yang terjadi. Cairan dapat langsung menumpuk di alveolus tanpa mengikuti aliran gradien tekanan yang dijelaskan sebelumnya karena resistensi terhadap cairan dan protein
terbesar terletak di barrier epitel yang pada kasus ini sudah rusak. Secara klinis, pasien dengan edema jenis ini memiliki tekanan hidrostatik intravaskuler yang rendah
atau normal (yang dinilai dari pulmonary capillary wedge pressure) yang dapat dipengaruhi penyakit penyebabnya seperti
sepsis. 1
Dampak terhadap
pertukaran gas dan aktivitas mekanik paru bergantung
pada derajat edema dan beratnya penyebab
kausatifnya. Gangguan mekanik paru terjadi setelah cairan mengisi alveolus. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas residu fungsional dan penurunan
compliance paru.
Peningkatan berat paru akibat cairan dapat menyebabkan kolaps dari bagian
paru sehingga volume paru berkurang. Hilangnya volume paru utamanya terjadi di bagian bawah
karena beban yang diterima lebih banyak dibandingkan
paru bagian atas. Penurunan volume paru menimbulkan resistensi
saluran
napas,
yang bisa
diperberat dengan bronkospasme. Kemampuan
ekspansi dinding dada juga dapat berkurang karena distensi abdomen, edema
dinding dada, dan efusi pleura.
Pertukaran gas pada pasien dengan edema paru nonkardiogenik akan sangat berkurang akibat adanya pirau dari aliran darah dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Adanya pirau
dari aliran darah menandakan
banyak unit fungsional paru yang tidak diperdarahi.
Proses patologis kerusakan pada edema paru terdiri atas fase eksudatif, proliferatif, dan fibrotik.
Fase
eksudatif diawali dengan edema dan perdarahan di alveolus dan interstisial.
Kerusakan dapat disertai pembentukan
membran hialin yang terdiri atas protein plasma, fibrin, dan debris nekrotik. Kerusakan alveolus juga dapat terjadi,
terutama terhadap
sel epitel tipe I yang menjadi membengkak,
diskontinu, dan tidak teratur,
dengan membran basal yang biasanya masih intak
dan ditutupi membran hialin. Sementara itu, kerusakan pada sel epitel
tipe II hampir selalu lebih
ringan. Jaringan interstisial akan tampak melebar
akibat edema, ada cuff peribronkovaskuler, dan
bisa terdapat leukosit, platelet,
eritrosit, fibrin, dan debris
terutama sekitar alveolus. Fase
eksudatif terjadi sekitar 5-7 hari setelah kerusakan. 1
Fase selanjutnya adalah fase proliferatif.
Pada fase ini, sebagian cairan sudah direabsorpsi dari alveolus, fibrin banyak terdapat
di alveolus dan jaringan interstisial, disertai dengan
sel inflamasi dan fibroblas yang membentuk
infiltrat. Epitel alveolus sering menjadi kuboid yang tersusun
utamanya adalah sel tipe II yang berproliferasi. Sawar udara darah dapat menebal karena penebalan epitel dan jaringan
interstisial. Fase proliferatif umumnya selesai dalam 10-14 hari setelah kerusakan, lalu lanjut
ke fase fibrotik. 1
Pada fase fibrotik, terjadi fibrosis pada duktus alveolus, alveolus, dan jaringan interstisial. Fibrosis pada
alveolus dapat menyebabkan alveolus rusak dan fungsinya hilang.
Pada beberapa kondisi,
kadang dapat ditemukan
perubahan seperti bula emfisema. Adanya kerusakan tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan
fungsi paru dalam bentuk keterbatasan aktivitas, meskipun kondisi edema sudah kembali normal atau mendekati
normal. 1
Gagal napas akut (acute respiratory distress syndrome / ARDS) merupakan
salah satu kondisi dimana terjadi edema paru non kardiogenik. ARDS umumnya ditandai dengan sesak yang berprogesi dengan cepat, disertai
dengan kondisi takipnea dan hipoksemia. ARDS diperkirakan terjadi akibat respons inflamasi terhadap jejas di paru atau ekstraparu yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi dan akumulasi neutrophil di
mikrosirkulaasi paru.
Kerusakan endotel vaskular dan alveoli menyebabkan edema paru, pembentukan
membrane hialin,
penurunan kemampuan ekspansi paru, serta gangguan
difusi gas. Sebagian
besar kasus ARDS
berkaitan dengan pneumonia
dan sepsis. Kriteria diagnosis dari ARDS meliputi
onset akut, hipoksemia berat, infiltrat paru bilateral, serta tidak adanya hipertensi atrial.
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih