Blog Dokter Sobri
Komplikasi Lepra
Komplikasi
A. Reaksi
Kusta
Reaksi
kusta merupakan interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit kusta
kronik. Reaksi kusta diklasifikasikan menjadi reaksi tipe1 (reaksi reversal)
dan reaksi tipe 2 (eritema nodosum leprosum/ENL).
Reaksi
ENL timbul pada kusta tipe lepromatosa polar hingga borderline. Hal ini
memunjukkan makin tinggi multibasilernya makin besar kemungkinan timbul ENL. Reaksi
ENL merupakan respon imunologik humoral, akibat terbentuknya kompleks imun
antigen M. leprae dengan antibodi
(IgG, IgM) dan komplemen. Gambaran klinis reaksi ENL pada kulit dapat timbul
nodus eritema dan nyeri dengan predileksi tempat dilengan dan tungkai. Bila
mengenai tempat lain dapat menimbulkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis
akut, limfadenitis, artritis, orkitis, dan nefritis.4,5
Reaksi
reversal terjadi terutama oleh peningkatan mendadak pada SIS (sistem imun
sistemik). Reaksi ini termasuk reaksi tipe lambat. Reaksi umumnya terjadi pada
6 bulan pertama pengobatan. Neuritis akut dapat terjadi dan menyebabkan
kerusakan saraf secara mendadak, sehingga memerlukan pengobatan adekuat segera.
Manifestasi lain dari reaksi reversal adalah sebagian atau seluruh lesi yang
sudah ada menjadi bertambah aktif atau timbul lesi baru dalam waktu yang
relative singkat. Lesi hipopigmentasi dapat berubah menjadi eritema, lesi
eritema menjadi lesi eritematosa, lesi macula menjadi lesi infiltrate, lesi
lama menjadi lebih luas. Satu gejala diatas yang muncul dapat dikatakan terjadi
reaksi reversal.4,5
Tabel 10. Perbedaan reaksi tipe 1 dan
tipe 24,5
Gejala/tanda
|
Reaksi tipe 1
|
Reaksei tipe 2
|
Tipe kusta
|
Tipe
PB maupun MB
|
Hanya
pada kusta tipe MB
|
Onset timbul
|
Biasanya
dalam 6 bulan pertama pengobatan
|
Biasanya
setelah mendapatkan pengobatan yang lama (>6 bulan)
|
Keadaan umum
|
Umumnya
baik, demam ringan (subfebris) atau tanpa demam
|
Ringan
hingga berat disertai kelemahan umum dan demam tinggi
|
Peradangan dikulit
|
Bercak
kulit lama menjadi meradang, bengkak, mengkilat, hangat. Kadang-kadang pada
sebagian lesi. Dapat timbul bercak baru
|
Timbul
nodul kemerahan, lunak, disertai nyeri tekan. Umumnya pada lengan dan
tungkai. Nodus dapat pecah dan ulserasi
|
Neuritis
|
Sering
terjadi berupa nyeri tekan saraf dan/atau gengguan fungsi saraf. Silent neuritis (-)
|
Dapat
terjadi
|
Radang pada mata
|
Pada
kutsa tipe PB maupun MB
|
Hanya
pada kusta tipe MB
|
Edema ekstermitas
|
(+)
|
(-)
|
Peradangan pada organ lain
|
Hampir
tidak ada
|
Terjadi
pada mata, KGB, sendi, ginjal, testis, dll
|
Tabel 11. Faktor risiko terjadinya
reaksi kusta5
Reaksi Reversal (tipe 1)
|
Reaksi ENL (tipe 2)
|
·
Tipe borderline terutama BL dan BB
·
Reaksi dapat timbul sebelum, selama, dan setelah
pengobatan (RFT)
·
Usia tua
·
Lesi dan keterlibatan saraf multiple
·
Lesi pada wajah dan dekat mata, yang berisiko
lagofthalmus
·
Infeksi penyerta : hepatitis B atau C
·
Saat puerpurium
|
·
LL dengan infiltrasi kulit
·
Reaksi timbul tahun pertama MDT
·
Usia muda
·
Obat MDT kecuali klofazimin
·
Indeks bakteri (IB) >4+
·
Dipengaruhi stress fisik dan mental
·
Infeksi penyerta: Streptococcus, virus, parasite
intestinal, filarial, malaria
·
Kebanyakan pada trimester-3
·
Lain-lain seperti trauma, operasi, imunisasi
protektif, tes mantoux positif kuat
|
B.
Cacat Kusta
Cacat
kusta disebabkan oleh kerusakan saraf tepi. Cacat kusta dapat dibagi menjadi
tiga tahap, yakni1:
·
Tahap
I, kelainan saraf berupa oenebalan saraf, nyeri, tanpa gangguan fungsi motorik,
namun telah terjadi ganguan fungsi sensorik
·
Tahap
II, kerusakan saraf berupa paralisis tidak lengkap termasuk pada otot kelopak
mata, otot jari tangan, dan otot kaki. Pemulihan kekuatan otot masih dapat
terjadi pada stadium ini
·
Tahap
III, destruksi saraf. Pada stadium ini, kelumpuhan menetap dan dapat terjadi
infeksi progresif disertai destruksi tulang dan gangguan penglihatan
WHO
membagi cacat kusta menjadi tiga tingkat kecacatan menurut organ vital dalam
kualitas hidup sehari-hari yakni mata, tangan, dan kaki.1
Cacat
pada tangan dan kaki
·
Tingkat
0 à tidak terdapat anestesi dan kelainan anatomis
·
Tingkat
1 à terdapat anestesi tanpa kelainan anatomis
·
Tingkat
2 à terdapat kelainan anatomis
Cacat
pada mata
·
Tingkat
0 à tidak terdapat kelainan pada mata
·
Tingkat
1 à terdapat kelainan pada mata (visus berkurang)
·
Tingkat
2 à terdapat lagofthalmus dan visus sangat terganggu
C.
Tatalaksana Reaksi Kusta
Prinsip
pengobatan reaksi tipe ringan4:
·
Berobat jalan, istirahat dirumah (tirah
baring)
·
Pemberian obat-obatan simtopatik
(analgesic, antipiretik, obat penenang)
·
MDT tetap diberikan dengan dosis tetap
·
Menghindari/menghilangkan faktor pencetus
Pada pengobatan reaksi tipe berat,
sama dengan reaksi tipe ringan ditambah pemberian obat anti reaksi (prednisone,
lampren). Prednisone harus diberikan dalam pengawasan ketat dan dicatat pada
formulir pengobatan kusta reaksi berat. Pasien dengan kontraindikasi pemberian
prednisone seperti TB, DM, ulkus peptikus, dan infeksi sekunder yang memburuk
harus segera dirujuk. Prednisone
memiliki efek samping gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
hiperglikemia, mudah infeksi, mudah pendarahan, ulkus peptikus, osteoporosis,
dan cushing syndrome. Penggunaan yang
diberhentikan tiba-tiba dapat menimbulkan rebound
phenomenon seperti demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Apabila
dalam pengobatan kondisi pasien membaik maka dosis prednisone dapat diturunkan
1 tingkat, apabila menetap maka dilanjutkan hingga 1 minggu, dan apabila
memburuk dinaikkan dosis prednisone 1 tingkat. Lampren dapat diberikan pada
reaksi kusta tipe 2 yang berulang (>2 episode) dan diberikan dalam dosis
tunggal di pagi hari setelah makan.4
Tabel
12. Skema
pemberian prednisone4
2 minggu ke-
|
Dosis
|
1
|
40
mg/hari (8x5 tab)
|
2
|
30
mg/hari (6x5 tab)
|
3
|
20
mg/hari (4x5 tab)
|
4
|
15
mg/hari (3x5 tab)
|
5
|
10
mg/hari (2x5 tab)
|
6
|
5 mg/hari (1x5 tab)
|
Tabel
13. Skema
pemberian lampren4
300 mg/hari
|
atau
|
3x100 mg/hari
|
selama 2 bulan
|
200 mg/hari
|
atau
|
2x100 mg/hari
|
selama 2 bulan
|
100 mg/hari
|
|
|
selama 2 bulan
|
Indikasi pasien dirujuk ke rumah sakit4:
·
ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh
tinggi, neuritis
·
Reaksi tipe I disertai bercak ulserasi
atau neuritis
·
Reaksi yang disertai komplikasi penyakit
lain yang berat (hepatitis, DM, hipertensi, ulkus peptikus)
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih