Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Thursday, 25 April 2019

Patofisiologi Batuk

Blog Dokter Sobri

Patofisiologi Batuk

Batuk dapat dimulai secara volunter maupun secara refleks. Batuk dapat diinhibisi secara volunter dan seseorang dapat menahan keinginan untuk batuk selama 5-20 menit. Secara refleks, batuk memiliki jaras aferen dan eferen. Jaras aferen dari batuk meliputi reseptor yang tersebar di saraf trigeminal, glosofaringeal, laringeal superior, dan vagus. Jaras eferen dari batuk meliputi saraf laringeal rekuren dan saraf spinal. Refleks batuk umumnya terjadi akibat adanya stimulasi pada bagian yang dipersarafi oleh saraf vagus dan percabangannya. Saraf ini banyak terdapat di laring dan bagian proksimal dari saluran trakeobronkial. Selain itu, saraf ini juga terdapat di bagian bawah dari orofaring, membran timpani, dan meatus akustikus eksterna.
Bagian yang paling sensitif untuk menyebabkan batuk adalah laring dan saluran trakeobronkial, terutama di carina dan percabangan dari bronkus. Saraf pada mukosa laring diaktivasi dengan adanya stimulus mekanik maupun kimia. Saraf pada mukosa ini termasuk pada “rapidly adapting irritant receptors” (RARs) dimana ketika diaktivasi akan menyebabkan stimulus yang cepat dengan pola yang irreguler. Stimulus yang dapat mengaktivasi saraf ini seperti asap rokok, amonia, larutan asam maupun basa, dan juga stimulasi mekanik seperti kateter, mukus, ataupun debu. Reseptor RARs juga dapat ditemukan di trakea dan bronkus. Reseptor tersebut memiliki saraf terminal dibawah epitelium, terutama di daerah percabangan dan dekat dengan epitelium. Berdasarkan letak tersebut, reseptor yang terdapat di trakeobronkial lebih sensitif terhadap iritan intraluminal. Saraf tersebut dapat teraktivasi oleh stimulus kimiawi dan mekanik serta mediator inflamasi seperti histamin, bradykinin, prostaglandins, dan substance P.
Fase awal batuk dimulai dari fase inspirasi dimana terjadinya inspirasi dalam melalui glottis yang terbuka lebar. Pada fase ini, segala material terinhalasi mendekati paru. Volume paru yang besar ini memberikan efesiensi mekanis untuk otot ekspirasi batuk karena menyebabkan peregangan otot ekspirasi dan menstimulasi refleks regang. Selain itu, pada fase ini juga terdapat relaksasi dari diafragma.Fase kompresif yang berlangsung sekitar 200 ms. Pada fase ini, glottis tertutup dan otot ekspirasi berkontraksi sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra-alveolar hingga 300 mmHg. Peningkatan tekanan intratorakal juga menyebabkan trakea menyempit. Fase ekspulsif. Fase ini dimulai ketika glottis terbuka. Aliran ekspirasi ini bergantung pada perbedaan tekanan udara antara intra-torakal dan tekanan pada intra-alveolar. Selain itu, aliran ini diperkuat oleh adanya kontraksi otot ekspirasi. Besarnya gaya yang keluar menyebabkan mukus dan benda asing keluar dari saluran pernapasan.
Selain adanya aktivasi dari RARs, terdapat stimulus lain yang dapat menyebabkan refleks batuk, yaitu aktivasi nociceptor. Saraf nociceptor yang berperan dalam stimulus ini, C-fiber receptors, memiliki serat aferen vagal tidak bermielin dan dapat ditemukan di dinding laring, bronkus, dan alveolus. Saraf ini dapat diaktivasi dengan stimulus yang sama dengan RARs. Akan tetapi, respon yang dihasilkan pada dinding alveolus tidak menyebabkan batuk. Reseptor ini akan melepaskan takikinin seperti substance P sehingga dapat menstimulasi RARs untuk menyebabkan batuk.


Referensi:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komuniti: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia; Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2003 [cited on 2018 February 17]

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih