Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Wednesday, 6 March 2019

Diagnosis Fraktur

Blog Dokter Sobri

Diagnosis Fraktur


Diagnosis

Pasien yang datang dengan fraktur biasanta sudah mengetahui keadaan yang menimpanya. Namun, beberapa pasien kecelakaan tidak dapat mengingat bagaimana trauma terjadi karena mengaku kejadian yang baru dialami berjalan begitu cepat. Pemeriksaan yang lebih lanjut tetap diperlukan untuk menentukan tipe dan klasifikasi fraktur, menilai cedera jaringan lunak, menentukan apakah terdapat dislokasi, dan lain sebagainya.1

Anamnesis yang diperlukan untuk pasien fraktur adalah riwayat trauma atau kecelakaan lalu lintas yang mungkin dialami. Tanyakan apakah ada nyeri lokal yang diperparah dengan adanya gerakan dan apakah pasien mendengar suara patahan ketika fraktur terjadi. Tanyakan juga apakah ada crepitus yaitu sensasi adanya ujung dari tulang yang patah. Penurunan fungsi, crepitus dan adanya suara patahan lebih banyak didapati pada pasien dengan fraktur yang tidak stabil.1

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga diperlukan untuk mendiagnosis fraktur. Pemeriksaan fraktur dibagi 3, yaitu look, feel dan move. Pada look, perhatikan apakah pasien sedang kesakitan dari raut wajahnya, apakah terjadi edema, deformitas (angulasi, rotasi, shortening), adanya pergerakan abnormal, perubahan warna pada kulit yang disebabkan ekstravasasi subkutan. Ekstravasasi subkutan yang terjadi disebut ecchymosis, dan biasanya muncul setelah beberapa hari setelah fraktur terjadi. Pada feel, dilakukan palpasi pada situs fraktur dan perhatikan apakah ada nyeri tekan yang tajam dan terlokalisir, adanya perparahan nyeri dan adanya muscle spasm bahkan ketika pasien digerakkan minimal secara pasif. Untuk move, perintahkan pasien untuk mencoba menggerakkan sendi yang distal dari situs fraktur. 1

Diagnosis fraktur melibatkan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pertama kali adalah foto polos. Sebelum dilakukan pengambilan gambar, nyeri dan kerusakan jaringan lunak lainnya harus dicegah sebisanya dengan splinting yang bersifat radiolusen. Pada foto polos, berlaku rule of twos, yaitu:
· Two views: foto polos yang diambil minimal berasal dari 2 sisi yang berbeda (anteroposterior dan lateral)
· Two joints: sendi proksimal dan distal terhadap situs fraktur harus terlihat dalam hasil foto polos
· Two limbs: kedua kaki atau kedua tangan harus ada dalam hasil foto polos untuk perbandingan antara tulang yang fraktur dengan tulang yang masih normal. Pada anak, terkadang epifisis yang belum matur dapat terlihat seperti fraktur, maka diperlukan perbandingan tersebut.
· Two injuries: gaya yang kuat dapat menyebabkan kerusakan di tempat yang berbeda dari situs fraktur. Karena itu, fraktur pada calcaneus dan femur perlu dilakukan foto polos pelvis dan tulang belakang
· Two occasions: beberapa fraktur sulit dilihat atau diketahui sesaat setelah kerusakan terjadi. Tanda-tanda fraktur secara fisik juga dapat terlihat namun tidak bisa dikonfirmasi dari pemeriksaan radiologi apapun. Dalam hal ini, sebaiknya pasien di, foto polos dilakukan kembali seminggu atau dua minggu kemudian, dan lesi pada tulang dapat terlihat. Contohnya adalah fraktur undisplaced pada scaphoid, akhir distal pada clavicula, leher femur dan malleolus lateralis.1,2

Terkadang fraktur atau perluasannya tidak jelas pada foto polos. Untuk ini, dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu CT scan dan MRI. Kedua pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada fraktur tulang pendek seperti fraktur tulang belakang atau pelvis, dan juga berguna untuk mendeteksi fraktur pada sendi-sendi kompleks.1,2



Referensi
1 salter, 2 apley

Regards
Blog Dokter Sobri




No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih