Blog Dokter Sobri
Terapi empiris ensafilitis toksoplasma
Terapi pada TE dapat dibagi menjadi terapi fase akut
dan fase rumatan. Pada fase akut, dapat diberikan terapi lini pertama untuk
ensefalitis toksoplasmosis pada pasien HIV yaitu kombinasi pirimetamin dan
sulfadiazin. Loading dose pirimetamin
adalah 200 mg, lalu dilanjutkan dengan pemberian obat sebesar 60 mg untuk berat
badan < 60 kg atau 75 mg untuk berat badan ≥ 60 kg. Penggunaan pirimetamin
ini menguntungkan karena sifatnya yang dapat yang menembus parenkim otak
biarpun tidak ada proses inflamasi yang berlangsung. Sedangkan dosis awal
sulfadiazin adalah 1000 mg untuk pasien dengan berat badan < 60 kg atau 1500
mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 60 kg yang diberikan per 6 jam dalam
sehari. Kombinasi obat-obatan ini dapat mengganggu sintesis asam folat, maka
dari itu perlu diberikan leukovorin (asam folinat) untuk menghindari terjadinya
toksisitas hematologi (anemia, neutropenia). Leukovorin diberikan dalam dosis
10-25 mg per hari. Pemberian obat-obatan fase akut dapat diberikan dalam durasi
minimum 3 hingga 6 minggu, namun durasi ini bisa lebih lama apabila kondisi
klinis pasien atau hasil pemeriksaan radiologis masih menunjukkan tanda
infeksi. Target terapi di fase akut adalah perbaikan kondisi klinis pasien
beserta penemuan resolusi lesi yang dinilai dari ukurannya, enhancement kontras, edema) yang biasa
terlihat pada 2-3 minggu setelah pemberian terapi.
Salah satu efek samping sulfadiazin yang sering
ditemui dan berpengaruh pada komplians pasien adalah gatal-gatal pada kulit.
Terapi alternatif yang direkemondasikan pada pasien yang tidak dapat menerima
sulfadiazin atau tidak menunjukkan respons yang baik terhadap terapi lini
pertama adalah kombinasi pirimetamin, klindamisin dan leukovorin. Terapi ini
tidak dapat sekaligus menjadi profilaksis Pneumocyctisis
jiroveci Pneumonia (PCP) pada
pasien HIV, maka dapat ditambahkan
aerosol pentamidine. Apabila pasien juga intoleran terhadap pirimetamin dan
sulfadiazine, dapat digunakan atovaquone namun efikasinya belum diketahui
hingga kini. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian atovaquone tunggal
adalah absorpsinya yang bervariabel per individu dan harus disertai makanan atau
suplemen nutrisi lainnya agar bisa mencapai kadar maksimal dalam darah
Sebelum pemberian obat-obatan, penting juga untuk
menilai fungsi ginjal, hati serta fungsi hematologi untuk memastikan keamanan
penggunaan terapi antimikrobial. Selama masa terapi, perlu dinilai apakah telah
terjadi efek samping obat yang meliputi:
·
Pirimetamin: ruam, mual, supresi sumsum
tulang (neutropenia, anemia, trombositopenia)
·
Sulfadizine: mual, muntah, demam,
leukopenia, hepatitis, diare, dan kristaluria
·
Klindamisin: ruam, demam, mual, diare,
pseudomembranous colitis
TMP-SMX: ruam, demam,
leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih