Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Friday, 6 December 2019

Diagnosis Toksoplasma Ensafilitis

Blog Dokter Sobri
Hasil gambar untuk neuroaids
Diagnosis Toksoplasma Ensafilitis

Diagnosis definitif Toxoplasma Encephalitis (TE) hanya dapat dilakukan melalui biopsy terhadap jaringan otak yang terinfeksi, akan tetapi tes diagnostik tersebut jarang dilakukan karena invasif dan memiliki banyak komplikasi. Kombinasi dari pencitraan radiologi, polymerase chain reaction (PCR), dan tes serologi lebih sering dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Setiap diagnosis tentunya diarahkan berdasarkan dari pengumpulan data, pemeriksaan fisik dan penunjang yang meliputi:
a.       Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang sering ditemukan pads TE pada pasien dengan infeksi HIV adalah perubahan status mental (62%), nyeri kepala (59%), demam (41%), yang berasosiasi dengan deficit neurologik fokal. Gejala progresif akibat infeksi dapat bermanifestasi menjadi confusion, kejang, hemiparesis, hemianopsia, aphasia, ataxia, dan kelumpuhan pada saraf kranial. Kelemahan sistem motorik  dan gangguan bicara dapat terlihat jika penyakit sudah menjadi progresif. Jika tidak ditatalaksana dengan baik, pasien dapat menjadi koma dalam hitungan hari hingga minggu. Organ mata dan paru merupakan tempat predileksi infeksi extracerebral toxoplasmosis sehingga gejala klinis dapat muncul dengan atau tanpa encephalitis.
Berdasarkan manifestasi klinis yang umumya muncul, maka perlu digali keluhan utama yang membawa pasien ke rumah sakit. Selain itu, perjalanan infeksi HIV dan status imun pasien merupakan hal yang penting untuk diketahui dikarenakan infeksi opportunistic merupakan infeksi yang timbul dalam kondisi status imun yang rendah. Faktor lingkungan seperti pajanan faktor risiko (kucing sebagai binatang peliharaan), pajanan infeksi opportunistik sebelumnya (TB paru) juga perlu ditanyakan. Anamnesis juga dapat dilakukan secara alloanamnesis untuk menilai apakah pasien memiliki perubahan status mental dan menilai bagaiaman progresivitas gejala yang sudah terjadi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengonfirmasi anamnesis dapat berupa pemeriksaan status generalis dan neurologi secara komprehensif meliputi kesadaran, tanda rangsang meningeal, pemeriksaan kognitif, pemeriksaan motorik dan sensorik.
b.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksana penunjang yang penting untuk menegakkan diagnosis TE adalah pemeriksaan serologi, pencitraan, dan analisis cairan serebrospinal.
Serologi
Negara berkembang seperti Indonesia memiliki angka seroprevalensi toxoplasma yang tinggi sehingga aplikasi pemeriksaan serologi toksoplasma hanya untuk mengetahui adanya infeksi laten toksoplasma pada pasien. Peak titer serum IgG antitoxoplasma muncul antara 1 dan bulan setelah infeksi primer dan biasanya dapat terus dideteksi seumur hidup. Umumnya, serum assay tidak dapat digunakan untuk tinjauan diagnostic dari toxoplasma akut, karena nilai ini tidak dapat membedakan infeksi aktif atau laten. Namun, jika diketahui baseline dari IgG antitoxoplasma, maka pningkatan dari level IgG dan diiringi dengan gejala maka dapat menjadi indikasi dari reaktivasi infeksi Toxoplasma. hasil negative serologi IgG tidak dapat mengeksklusi infeksi toxoplasma secara definitive. False negative dapat terjadi pada pasien dengan infeksi baru atau assay yang insensitif.
IgM antitoxoplasma antibody biasanya hilang dalam hitungan minggu hingga bulan setelah infeksi primer namun dapat tetap terdeteksi kurang lebih dalam setahun. Akan tetapi peningkatan IgM tidak selalu disertai dengan infeksi baru, sehingga antibody IgM tidak umum digunakan, kecuali untuk pemeriksaan wanita hamil yang diduga terinfeksi Toxoplasma.
Imaging / pencitraan
Pilihan pencitraan yang diindikasikan pada pasien HIV dengan kecurigaan TE adalah CT scan atau MRI dengan Kontras. Gambaran radiologi yang muncul biasanya adalah lesi multiple pada region korteks serebral, corticomedullary junction, atau basal ganglia, walaupun lesi tunggal juga dapat ditemukan. Gambaran khas pada toxoplasmosis serebral adalah adanya assymettric target sigm. yang menggambarkan abses menyengat kontras berbentuk cincin yang dapat tervisualisasi dengan MRI atau CT scan.
CT scan nonkontras yang tampak hanyalah lesi hipodens atau edema yang dapat menyerupai lesi fokal otak lainnya. Pada MRI sekens T1, dapat terlihat adanya lesi hipointens yang berubah menjadi hiperintens pada sekuens T2. MRI merupakan modalitas yang dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus monitor respons terapi karena MRI lebih sensitive daripada CT untuk mendeteksi lesi multiple.

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih