Blog Dokter Sobri
KEJANG : PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS
Kejang : Patogenesis, patofisiologi dan manifestasi klinis -Kejang adalah masalah neurologic yang relatif di jumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Kejadian kejang pada manusia terjadi pada dua puncak usia yaitu pada decade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang mudah terpicu sehingga dapat menganggu dari fungsi otak. Namun kejang juga dapat terjadi di jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu seperti perubahan keseimbangan asam basa atau elektrolit. Kejang sendiri jika berlangsung singkat jarang menimbulkan kerusakan. Tetapi, kejang dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan seperi gangguan metabolism, infeksi intrakranium, gejala putus obat, intoksikasi obat, ensefalopati hipertensi, tetanus dan sebagainya. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang.1 Data mengenai insidensi kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka. Menurut data epidemiologi bahwa kejadian laki-laki dilaporkan lebih sering mengalami kejang daripada perempuan.2 Oleh karena itu pada pembahasan kali ini akan membahas mengenai :
- Jenis kejang,
- Patogenesis & patofisiologi,
- Manifestasi klinis kejang,
- Alat diagnostik kejang,
- Tata laksana kejang,
- Terkait pemicu, dan
- Kesimpulan
JENIS KEJANG
Kejang di bedakan dari berulang atau tidak berulang. Kejang sendiri dapat diklasifikasikan sebagai tembakan-tembakan neuron yang berlebihan dan tiba-tiba di otak. Sedangkan untuk kejang berulang dapat disebut epilepsy akibat kelainan neurologis yang menyebabkan gangguan neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial.1,2 Karakteristik kejang antara lain yaitu :
- Timbul tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi,3
- Episode berulang merupakan tampilan sterotipik, 3
- Jika gerakannya bilateral biasanya disertai adanya kehilangan kesadaran, dan3
- EEG tampak abnormal selama kejang. 3
Kejang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kejang parsial
Kejang parsial disebut dengan kejang dengan kesadaran utuh. Kejang parsial dibagi menjadi parsial sederhana (Kesadaran utuh) dan parsial kompleks (Kesadaran berubah tetapi tidak hilang). Kejang parsial dipicu di korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi kejang di otak. Contohnya berupa terjadinya fokus kejang di korteks motoric akan menyebabkan terjadinya kedutan otot, apabila fokusnya di korteks sensorik maka akan menyebabkan terjadinya baal, sensasi seperti ada yang merayap di organ tubuh ataupun tertusuk-tusuk.3
Kejang generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan adanya awitan aktivitas kejang signifikan yang bilateral dan simetris pada kedua hemister sebagai kejang fokal.3
PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepasnya muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat dari keadaan patologis. Aktivitas kejang bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan di otak. Lesi di otak pun dapat memicu kejang seperti lesi di otak tengah, thalamus dan korteks serebrumm yang kemungkinan besar bersifat epileptogenic, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak pada umumnya tidak memicu kejadian kejang.4 Kejadian kejang patofisiologinya sebagai berikut
Instabilitas membrane sel saraf sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan, 4
Aktivasi tersebut membuat neuron-neuron lebih hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan sehingga muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan. 4
Pelepasan dari muatan akan menyebabkan terjadinya kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA (Gama-Amino-Butirat Acid). 4
Terjadinya ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit yang akan menganggu kimiwai neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan tersebut akan menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. 4
Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan setelah kejang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktvitas neuron. Selama kejang terjadinya peningkatan kebutuhan metabolic secara drastic. Pelepasan muatan listrik sel-sel saraf motoric meningkat diperkirakan 1000/detik. Aliran di daerah otak, proses pernapasan dan glikolisis jaringan pun meningkat. Asetilkolin dapat ditemukan di cairan serebrospinalis selama dan setelah kejadian kejang. Pada kejadiaan kejang diduga besar terjadinya deplesi asam glutamate selama aktivitas kejang. 4
PATOFISIOLOGI KEJANG
Pada tingkat neurokimia, kejang dipertahankan oleh eksitasi berlebihan dan rendahnya inibsi. Glutamat merupakan neurotransmitter eksitatorik yang paling umum dan reseptor subtype NMDA (N-methyl-D-aspartat) yang terlibat dalam proses kejang. GABA merupakan neurotransmitter yang bersifat inhibitor. Kegagalan proses inhibitor memungkinkan terjadinya mekanisme utama dari kejang. 5Pada gambar di atas menjelaskan kejadian patofisiologinya sebagai berikut :
Pemicu dari kejang adalah depolarisasi paroksismal neuron individu yang disebut Paroxysmal depolarization shift (DPS). Hal ini disebabkan oleh aktivasi kanal kalsium. Masuknya kalsium akan membuka kanal kation spesifik dan menyebabkan depolarisasi massif atau depolarisasi besar yang di akhiri dengan pembukaan kalsium yang akan aktivasi kanal kalium dan klorida. 5
Kejang yang terjadi apabila paroksismal neuron telah terfokus di daerah otak bisa disebabkan beberapa factor yaitu defek genetic, malformasi otak, trauma otak, tumor, pendarahan, abses, keracunan, peradangan, demam, sel bengkak dan menyusut. 5
Eksitasi saraf atau penyebaran eksitasi neuron akan mempromosikan sejumlah mekanisme seluler berupa dendrit dari sel pyramidal yang mengandungvoltage-gated Ca2+ akan terbuka pada depolarisasi massif. 5
Depolarisasi massif dapat di hambat oleh magnesium. Sesuai dengan beberapa penelitian setelah terjadinya post operasi otak pada pasien akan mengalami kejang kurang lebih sejam setelah operasi dan diberikan 10 mg Magnesium untuk mencegah kejang. 5
Hipomagnesium yang terjadi dapat mengakibatkan aktivitas peningkatan eksttraseluler konsentrasi kalium sehingga terjadi pengurangan kalium di kanal kalium. 5
Dendrit bagian sel pyramidal juga terjadi depolarisasi akibat glutamate. Glutamat bekerja pada saluran kation kalsium pada kanal AMPA. Kanal NMDA normalnya di blok oleh Magnesum. Namun pada kasus terjadinya depolarisasi massif maka akan terjadi aktivasi kanal AMPA sehingga terjadinya penipisan blok magnesium. Defisiensi magnesium dan depolarisasi massif mengakibatkan aktivasi kanal NMDA. 5
Potensial membrane dari neuron biasanya dikelola oleh kanal Kalium. Kanal kalium bekerja dengan melintasi membrane sel yang di buat oleh adanya jalur kanal natrium kalium. 5
Pada normalnya depolarisasi di akibatkan pengurangan dari neuron inhibitor yang menghambat aktivasi Kalium dan kanal klorida yaitu GABA. GABA adalah bentuk dari glutamate dekarboksilase yang merupakan sebuah enzim yang dibutuhkan piridoksin atau B6 sebagai kofaktor. Defisiensi dari vitamin B6 dapat menyebabkan terjadinya kejang.
Pasien akan mengalami gejala kejang. Terjadinya hiperaktivitas dari motoric, sensorik, autonomic, kognitif dan emosional. 5
MANIFESTASI KLINIS
Tabel 1. Manifestasi kejang dari pembagian klasifikasi kejang. 4,5
Klasifikasi
|
Karakteristik
|
PARSIAL
|
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain di otak
|
Parsial Sederhana
|
· Dapat bersifat motoric, sensorik, autoomik, psikik
· Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
|
Parsial Kompleks
|
Dimulai sebagai kejang parsial sederhana, berkembang dari perubahan kesadaran yang disertai dengan :
· Gejala motoric, gejala sensorik, otomatisme.
· Berlangsung lebih dari semenit
|
GENERALISATA
|
Hilangnya kesadaran utuh, tidak ada awitan fokal, dapat berupa bilateral dan simetris, tidak ada aura
|
Tonik-Klonik
|
Gejala berupa spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin dan dapat mengigit lidah
|
Absence
|
Sering salah diagnosis karena gejalanya berupa melamun
· Menatap kosong, kepala lunglai, kelopak mata bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak hilang
· Berlangsung beberapa detik
|
Mioklonik
|
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbata di daerah tungkai dan cenderung singkat
|
Atonik
|
Hilangnya secara mendadak tonus otot dan lenyapnya postur tubuh
|
Klonik
|
Gerakan menyentak , repetitive, tajam, lambat dan tunggal di daerah tungkai atapun lengan
|
Tonik
|
Peningkatan mendadak tonus otot wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai
· Mata dan kepala berputar ke satu sisi
· Dapat menyebabkan henti napas
|
ALAT DIAGNOSTIK
Aktivitasi listrik di otak bagian korteks memiliki voltasi yang sangat rendah, namun pada EEG aktivitas tersebut dapat diperkuat dan direkam. Gelombang otak bersifat individual dan bervariasi sesuai aktivitas dan berbeda tiap orang. Pada tampilan EEG terdapatspikes atau tonjplan yang menandakan fokus iritatif. Gelombang otak melambat akibat hipoksia, anesthesia, sedative, CO2, tidur nyenyak dan relaksasi.EEG adalah suatu rekaman fisiologik yang tidak dapat membedakan satu entitas dari entitas lain sebagai contoh EEG tidak dapat membedakan tumor dari thrombosis. EEG hanyalah suatu pemeriksaan, bukan sebagai penentu diagnosis pasti. Alat diagnosis yang digunakan untuk mengevaluasi bukan mendiagnosis kejang adalah EEG, pemindaian dengan CT Scan dan MRI. Baku emas untuk identifikasi kejang adalah pemantauan EEG + video secara simultan. 4,6 Berikut merupakan gambaran dari EEG yaitu :
TATA LAKSANA
Pemberian tata laksana pada pasien demam harus disesuaikan dengan pasien secara individual karena jenisnya beragam dan bedanya penyebab kejang serta perbedaan dalam efektivitas dan toksititas obat. Apabila penyebab kejang disebabkan oleh gangguan metabolism seperti ketidak seimbangan glukosa atau elektrolit serum maka terapi ditujukan untuk memulihkan gangguan metabolism dan mencegah kekambuan.. Perlu di ingat bahwa tidak semua pasien kejang memrlukan terapi obat dan pemilihan pemaaian obat didasarkan oleh berbagai factor, namun tata laksana terhadap kejang tersebut sangat penting di lakukan apabila kejang berlangsung sering, kronik, berat , berkepanjangan dan dimulai pada usia muda yang berhubungan dengan stagnansi perkembangan individu tersebut, penurunan kognitif dan intelektual, diskriminasi, cederainduced kejang dan menganggu aktivitas pasien. 7 Tata laksana terhadap kejang/epilepsy dilakukan melalui :
Tata laksana spesifik untuk etiologi seperti agen metabolik dan agen infeksius, 7
Obat-obat antiepilepsi berupa: 7
Berikut merupakan obat pada kejang generalisasi tonik klonik dan parsial :
Lini pertama diberikan karbamazepin dan valproate,
Lini kedua diberikan topiramat, lamotrigine, gabapentin, etosuksimid, primidone, fenobarbital, fenitoin, tiagabin, zonisamid dan levitirasetam.
Berikut merupakan obat pada kejang absence , tipe obat ini menghambatthalamic Ca2+ T-type current berupa : 7
Lini pertama diberikan etosuksimid, asam valproate, lamotrigine.
Lini kedua diberikan diet ketogenic, klonazepam, asetozolamid.
Pembedahan7
Terapi antiepilepsi tambahan berupa pemberian ketogenic dan hormone. 7
TERKAIT PEMICU
Pasien dilaporkan terlihat seperti kejang dan tetap sadar dalam perjalanan ke UGD dapat disebutkan sebagai kejang parsial sederhana. Anamnesis mengenai menginjak paku berkarat sehingga berdarah sangat bisa dijadikan sebagai diagnosis diferensial untuk kejadian kejang. Pada kasus ini didapatkan pasien mengalami tetanus.
KESIMPULAN
Kejang adalah kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP yang dapat disebabkan dari genetic dan lingkungan. Manifestasi kejang adalah kombinasi seragam dari perubahan tingkat kesadaran serta gangguan fungsi motoric, sensorik, otonom tergantung dari lokasi neuron-neuron fokus kejang.
- Brophy GM1. Bell R, Claasen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T, et al. Neurocritical Care Society Status Epilepticus Guideline Writing Committee. Neurocrit care. 2012 Aug;17(1):3-23
- DeLorenzo RJ, Pellock JM, Towne AR, Boggs JG. Epidemiology of status epilepticus. J Clin Neurophysiol. 2011 Jul;12(4):316-25
- Rohkamm R. Color atlas of neurology. New York: Thieme ; 2004 hal.55-60
- Lombardo MC. Gangguan Kejang. Dalam: Price SA, Wilson LN. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6 volume 2. EGC. 2006 hal. 1157-1166
- Silbernagl S, Lang F. Color atlas of pathophysiology. New York : Thieme; 2000 hal. 338-339.
- Holmes MD, Dense Array EEG & Epilepsy. Intech. Sep 2011;7 DOI.10.5772/17244
- Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin Neurol. Jul 2008;28(3):342-54
Semoga bermanfaat
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih