Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Sunday 2 June 2019

Inflammatory Bowel Disease : Ringkas

Blog Dokter Sobri

Inflammatory Bowel Disease : Ringkas

INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah inflamasi kronik saluran pencernaan yang dimediasi oleh sistem imun. Tipe utama IBD adalah ulcerative colitis dan crohn’s disease.
LABORATORIUM, ENDOSKOPI, dan RADIOLOGI
ULCERATIVE COLITIS1
Pemeriksaan laboratorium yang paling sensitive dan spesifik untuk menandakan adanya inflamasi pada saluran intestinal adalah fecal lactoferrin. Lactoferrin adalah protein yang sekresikan oleh leukosit. Selain itu juga terdapat tes fecal calpotectin yang memberikan gambaran inflamasi histologi dan juga dapat memprediksi kambuhnya penyakit ini.
Sigmoidoscopy adalah pemeriksaan penunjang pada ulcerative colitis untuk melihat tingkat aktivitas penyakit. Melalui endoskopi ini akan dilihat eritema, struktur vascular, erosi, dan kerapuhan pada dinding saluran cerna untuk menentukan tingkat aktivitas penyakit.
Dengan menggunakan CT scan melalui metode barium enema dapat dilihat perubahan radiologi pada penderita ulcerative colitis, mukosa menjadi lebih tebal dan ulkus superfisial terlihat.
CROHN’S DISESASE1
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapat meningkatnya ESR (erythrocyte sedimentation rate) dan CRP (C-reactive protein). Pada beberapa kasus juga ditemukan hipoalbuminemia, anemia, dan leukositosis.
Melalui colonoscopy akan dilihat fistula, rectal sparing, dan skip lesion (luka/inflamasi yang tidak sempurna). Untuk melakuakn colonoscopy digunakan bantuan alat wireless capsule endoscopy (WCE) yan memungkinkan visualisasi langsung dari seluruh mukosa usus. Crohn’s disease yang aktif dapat dilihat dari luasnya lesi yang ditemukan. Perubahan radiologi pada crohn’s disease adalah adanya lipatan yang meneba dan aphthous ulcerations. Pada beberapa kasus juga ditemukan penyempitan, fistula, massa inflamasi, dan abses. Dengan menggunakan CT enterography keadaan atau gambaran di dalam rongga abdomen lebih jelas dari pada CT scan yang biasa.
TREATMENT1, 2
1.      5-ASA AGENTS
Terapi IBD dari kalangan obat 5-ASA (5-aminosalicylic acid) yang paling sering digunakan adalah sulfasalazine. Sulfasalazine merupakan perpaduan dari anti-bakteri (sulfapyridine) dan anti inflamasi (5-ASA).  Untuk mengatasi ulcerative ulcers (UC), obat ini cukup efektif, tetapi untuk mengatasi crohn’s disease (CD) sulfasalazine hanya memiliki peran yang terbatas. Obat-obat lain yang mengandung 5-ASA yang juga digunakn untuk terapi IBD adalah olsalazine, balsalazide, dan berbagai bentuk dari mesalamine. Obat-obat yang mengandung 5-ASA ini diikat dengan ikatan azo (N=N). Di kolon terdapat bakteri reduktase azo yang akan memutus ikatan azo pada obat. Struktur molekul dari obat-obat ini dapat membawa obat ini hingga bagian distal dari usus dan kolon setelah absorpsi parsial. Formulasi yang dapat membuat 5-ASA membawa dirinya ke kolon adalah mesalamine, yang terdiri dari pentasa, asacol, lialda, rowasa, dan canasa. Setiap mesalamine memiliki kisaran jarak tempuh yang berbeda untuk membawa 5-ASA.
Mekanisme 5-ASA hingga saat ini masih belum jelas, namun aksi utamanya adalah memblok sistesis prostaglandin dengan mengihibibisi siklooksigenase.


2.      GLUKOKORTIKOID
Glukokortikoid biasanya diberikan kepada pasien dengan IBD, khususnya UC, yang moderat (sedang) hingga berat. Glukokortikoid yang biasa diberikan untuk UC adalah prednisone yang diberikan secara oral dan parenteral. Untuk CD keefektifan glukokortikoid adalah 60-70%. Glukokortiokoid yang diberikan adalah budesonide. Glukokortikoid akan menghambat produksi sitokin dan kemokin; menekan ekspresi molekul adesi sel inflamasi; menghambat transkripsi gen nitric oxide, dan siklooksigenase.
3.      ANTIBIOTIK
Antibiotik metronidazole efektif untuk mengatasi inflamasi, fistula, dan perianal CD dengan dosis 15-20 mg/kg/hari yang dibagi menjadi tiga dosis dalam beberapa bulan. Antibiotic lain adalah ciprofloxacin yang memiliki khasiat yang sama dengan metronidazole.
4.      Azathioprine dan 6-Mercaptopurine
Azathioprine dengan bioavailabilitas 80% akan diserap da dikonversi menjadi 6-mercaptopurine. 6-mercaptopurine adalah zat aktif yang akan menghasilkan asam thioinosinic yang akan menghambat sistesis purin dan proliferasi sel serta menekan respon imun. Azathioprine dan 6-Mercaptopurine dapat menyebabkan pankreasitis pada minggu pertama penggunaannya dan terhenti jika konsumsi obat dihentikan.
5.      METHOTREXATE
Methotrexate diberikan 12-25mg/minggu secara oral, subkutan, atau intramuscular. Methotrexate akan menginhibibisi enzim dihidrofolat reduktase yang penting dalam produksi timidin dan purin. Selain itu, methotrexate juga dapat mengurangi produksi IL-1.

Irritable Bowel Syndrome
Irritable bowel syndrome (IBS) adalah penyakit fungsional dengan karakteristik nyeri perut, rasa tidak nyaman, dan tidak ditemukan adanya struktur yang abnormal. Hingga saat ini belum ada alat diagnostic yang dapat mendiagnosis IBS, sehingga diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik-nya.2 Pada tahun 2006, dikeluarkan kriteria Rome II untuk mendiagnosis IBS, yaitu timbulnya nyeri perut atau rasa tidak nyaman setidaknya selama 3 hari per bulan dimana pada 3 bulan terakhir terdapat2 :
a.       Peningkatan buang air besar
b.      Onset terkait dengan perubahan pada frekuensi tinja
c.       Onset terkait dengan perubahan dari bentuk tinja
TREATMENT1, 2
1.      Antispasmodics
Antispasmodic bekerja secara anticholinergic untuk mengurangi nyeri perut atau rasa tidak enak. Biasanya menggunakan obat dicyclomine dan hyoscyamine. Obat ini akan menghambat reseptor kolinergik muskarinik di pleksus enteric otot polos.

2.      Reseptor antagonis dan agonis
Reseptor 5-HT3 pada saluran percernaan aktif untuk menghantarkan sensasi nyeri dari usus ke sistem saraf pusat. Inhibibisi pada reseptor ini dapat mengurangi sensasi nyeri perut dan rasa tidak enak. Alosetron adalah contoh antagonis 5-HT3 yang sering digunakan untuk menterapi IBS dengan diare. Pilihan obat lainnya adalah ondansetron, granisetron, dolasetron dan palonosetron.
Pada pasien IBS dengan konstipasi yang lebih dominan diberikan obat yang agonis dengan reseptor 5-HT3, seperti tegaserod. Tegaseord akan menstimulasi gerak peristaltik dan mempercepat transit makanan di kolon. Tegaserod diberikan 6 mg 2 kali sehari.

3.      Antidiare
Diberikan pada pasien IBS dengan gejala diare. Pilihan obatya adalah loparamide yang diberikan sebanyak 2-4 mg setiap 4-6 jam. Obat ini akan memberikan efek meningkatnya kontraksi persegmen kolon, memperlama transit di kolon, dan meningkatkan tekanan anus.

4.      Antidepresan
Antideprean akan memperlambat transit makanan di jejenum, menunda transit makanan di sepanjang usus, dan memberikan efek menginhibibisi motorik usus. Antidepresan bermanfaat badi pasien IBS dengan diare. Obat yang dapat digunakan adalah desipramine dalam dosis yang rendah.

5.      Chloride channel activator
Untuk pasien IBS dengan konstipasi yang lebih dominan, chloride channel activator berguna untuk membuat kondisi lumen usus lebih berair dengan membuka channel klorida tipe 2 (CIC-2) di usus halus. Sekresi klorida ke lumen akan membawa odium dan air. Pilihan obatnya adalah lubiprostone yang diberikan 8 mg dua kali sehari selama tiga bulan. Lubiprostone efektif menterapi konstipasi baik dengan IBS maupun tidak dengan IBS.



Referensi  :
1.      Longo D L, Kasper D L, Jameson J L, Fauci A S, Hauser S L, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine Ed 18th. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2012
2.      Katzung B G. Basic & Clinical Pharmacology Ed 11th. China: McGraw-Hill Companies; 2007


Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih