Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Saturday 2 March 2019

Mendiagnosa Kejang

Blog Dokter Sobri

Mendiagnosa Kejang


Bagaimana cara mendiagnosis kejang? Pemeriksaan tetap dilakukan secara bertahap hingga bisa menemukan gejala kejang yang ada. Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
· Anamnesis, seperti memastikan apakah memang kejang yang dijelaskan oleh ibu memang benar-benar kejang atau tidak. Hal yang cukup penting adalah untuk memastikan apakah kejang disertai dengan demam atau tidak. Setelah itu baru tanyakan mengenai lama, jenis, berulangan kejang, serta keadaan anak, baik sebelum kejang, saat sedang kejang, hingga sesudah kejang selesai. Keadaan yang dinilai adalah keadaan tubuhnya, napasnya, dan tentu yang penting, adalah kesadarannya (bisa dinilai dengan respon si anak terhadap rangsangan, terutama rangsangan suara dan sentuhan). Setelah itu tanyakan juga riwayat sebelumnya, apakah ada kelainan serupa, apakah sudah berulang, hingga ke riwayat kehamilannya bila perlu, untuk mengetahui apakah ada risiko ataupun kemungkinan kelainan bawaan.
· Pemeriksaan Fisik, dilakukan tetap secara menyeluruh, dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan juga perkusi. Namun, selain dari pemeriksaan fisik umum, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan fisik untuk menilai status neurologis anak.
o Hal yang paling pertama diperiksa adalah memeriksa kesadaran pada anak. Bisa dengan menggunakan GCS, bisa juga dengan menggunakan metode AVDU.
o Lakukan penilaian pada rangsangan umum, seperti rangsang abdomen dan juga rangsang kremaster untuk menilai keadaan saraf anak secara umum. Pada rangsang abdomen, lakukan goresan dengan 4 titik, pada tepi atas simfisis pubis, ujung xiphoid dengan sisi kanan dan sisi kiri dari bagian umbilikis. Dalam setiap goresan, akan tampak umbilikus bergerak. Pada pemeriksaan refleks kremaster, lakukan goresan lembut pada sisi dalam dari paha, sehingga akan terlihat pasien menarik bagian testisnya.
o Lakukan penilaian pada rangsang tendon dalam dengan memberikan ketukan pada tendon bisep, tendon trisep, tendon achilles, dan patella. Dengan melihat refleksnya, bisa tentukan apakah refleks yang ditimbulkan tergolong normal, hiporefleks (tidak ada balasan, ataupun hanya kontraksi lemah) ataupun tergolong hiperefleks (balasan sangat kuat, dan bahkan bisa mengontraksikan seluruh ekstremitas sekalipun dengan ketukan lembut. Pada hiporefleks, kelainan terdapat pada lower motor neuron dan pada hiperefleks, kelainan terdapat pada upper motor neuron.
o Lakukan pemeriksaan tanda rangsang meningeal untuk menilai apakah kelainan berasal dari meningitis ataupun pada saraf di sepanjang tulang belakang si anak. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kaku kudur, Brudzinski 1 dan 2, serta pemeriksaan Kernig.
o Nilai jika ada refleks patologis yang positif, yang paling mudah adalah refleks Babinsky, yang akan bernilai positif jika terdapat kelainan pada upper motor neuron. Selain itu, ada juga beberapa bentuk refleks patologis, bisa pada tendon, ataupun pada lokasi lain di kaki.
· Pemeriksaan Penunjang, dimana biasanya melibatkan pemeriksaan pencitraan. Tetapi, dapat juga dilakukan pemeriksaan non-pencitraan sebagai saringan awal, berupa pemeriksaan darah lengkap (profil eritrosit, leukosit, trombosit, elektrolit darah, dan juga apusan darah tepi), pemeriksaan urinalisis lengkap (bersama dengan kimia darah, ingin melihat atau mengeksklusi penyebab metabolik pada kejang), dan juga pemeriksaan cairan serebrospinal (untuk melihat penyebab dari infeksi ataupun kelainan saraf sepanjang tulang belakang kita). Jika menemukan kelainan yang membutuhkan pemeriksaan pencitraan, yang harus digunakan adalah:
o Atrofi otak dan kalsifikasi intrakranial dapat dideteksi dengan CT-Scan. Biasa pada anak yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
o Perdarahan intrakranial juga dapat dideteksi dengan menggunakan CT-Scan.
o Pada pasien yang menunjukkan adanya gejala upper motor neuron karena naiknya tekanan intrakranial, dapat diperiksa juga dengan menggunakan CT-Scan. Bisa juga menggunakan MRI, tetapi CT-Scan lebih efektif.
o Jika pasien menunjukkan gejala adanya infeksi saraf sistem pusat, dapat diperiksa dengan CT-Scan dan MRI, namun MRI lebih sensitif dalam mendeteksi adanya keadaan terinflamasi.
Selain dengan pemeriksaan darah dan juga pemeriksaan pencitraan, dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan pemeriksaan gelombang otak dengan EEG (Electroencephalogram).

Referensi
Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S. Rekomendasi penatalaksanaan status epileptikus. Jakarta: UKK Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih