Blog Dokter Sobri
Pemeriksaan Penunjang Lepra
1.
Pemeriksaan
bakterioskopik (kerokan jaringan kulit/slit-skin smears)
Pemeriksaan bakterioskopik menunjang
penegakkan diagnosis dan untuk pemantauan respon pengobatan. Sediaan dibuat
dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung dengan
perwarnaan basil tahan asam (BTA), salah satunya Ziehl-Neelsen. Hasil negatif
pada pemeriksaan bakterioskopik tidak menyingkirkan diagnosis morbus Hansen,
dan tidak berarti bahwa pasien tidak mengandung bakteri Mycobacterium leprae. Slit-skin smear hanya positif pada lepra tipe
MB. Setiap ada hasil positif maka pasien diklasifikasikan mengalami lepra
multibasiler tanpa memperhatikan jumlah keterlibatan nervus perifer maupun
jumlah lesi.8
Mycobacterium
leprae termasuk basil
tahan asam yang tampak kemerahan pada sediaan. Bakteri ini dapat tampak sebagai
batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular).
Bentuk solid adalah bentuk bakteri yang masih hidup sementara bakteri yang
telah mati dapat berbentuk granular atau fragmented. Bakteri yang hidup adalah
bentuk yang dapat berkembang biak dan dapat menularkan ke korang lain.1
Indeks bakteri adalah angka yang
menggambarkan kepadatan bakteri secara menyeluruh tanpa melihat morfologi
bakteri, baik itu solid maupun nonsolid dengan notasi 0 hingga 6+. IB 0 berarti
tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang.1
1+
bila terdapat 1 – 10 BTA dalam 100 LP
2+
bila terdapat 1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+
bila terdapat 1 – 10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+
bila terdapat 11 – 100 BTA dalam 1 LP
5+
bila terdapat 101 – 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+
bila terdapat >1000 BTA rata-rata
dalam 1 LP
Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya
dengan pembesaran lensa obyektif 100x dengan minyak emersi. IB seorang pasien
adalah IB rata-rata dari semua lesi yang dibuat sediaan. Sementara itu, indeks
morfologi adalah presentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah total solid
dan nonsolid.1
Rumus:
Syarat
perhitungan IB
-
Jumlah
minimal bakteri per lesi 100 BTA
-
IB 1+
tidak perlu dibuat IM karena untuk mendapatkan 100 BTA harus ada 1000 – 10.000
lapang pandang
-
IB
dihitung mulai dari 3+ yang maksimum dicari dalam 100 lapangan
Tabel 4. Contoh
penghitungan IB dan IM1
Tempat pengambilan
|
IB
|
Solid
|
Nonsolid
|
IM
|
Telinga kiri
|
4+
|
9
|
91
|
9%
|
Telinga kanan
|
3+
|
8
|
92
|
8%
|
Ujung jari tangan kanan
|
1+
|
0
|
5
|
0
|
Ujung jari tangan kiri
|
2+
|
1
|
33
|
1/23 %
|
Lesi I
|
3+
|
7
|
93
|
7%
|
Lesi II
|
5+
|
8
|
92
|
8%
|
total
|
18
|
33
|
395
|
|
IB pasien = 18/6 = 3+
IM pasien = 33: (33+395) = ….%
Langkah-langkah pemeriksaan
bakterioskopik1
a.
Menentukan
jumlah area tubuh yang akan diambil kerokan jaringan kulitnya. Jumlah ini
bergantung pada tujuan pemeriksaan apakah untuk riset atau pemeriksaan rutin.
Pemeriksaan rutin minimal mengambil di 4 hingga 6 area, yaitu ;
-
Kedua
cuping telinga bagian bawah
-
2
– 4 lesi lain yang paling aktif (yaitu yang palign eritematosa dan paling
infiltratif)
b.
Menentukan/memilih
lesi yang diperkirakan mengandung bakteri paling banyak
c.
Pengambilan
bahan dengan scalpel steril
-
Desinfeksi
lesi lalu lesi dijepit dengan ibu jari dan telunjuk agar jaringan kulit
tersebut mengalami iskemia sehingga mengurangi darah yang dapat mengganggu
gambaran sediaan
-
Membuat
irisan hingga sedalam dermis, melewati subepidermal clear zone, lalu dibuat
kerokan, kedalaman agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel
Virchow (sel Lepra) yang didalamnya mengandung bakteri Mycobacterium leprae
-
Kerokan
jaringan dioleskan pada gelas alas, dipanaskan dengan api Bunsen, lalu diwarnai
dengan teknik Ziehl Neelsen
d.
Pembuatan
sediaan mukosa hidung
Pengambilan specimen dari mukosa hidung dapat
dilakukan dengan cara nose blows,
kerokan dengan scalpel, atau olesan kapas lidi. Akan tetapi, sediaan mukosa
hidung jarang dilakukan karena ada kemungkinan mendapatkan Mycobacterium atipikal dan mukosa kulit lebih cepat merespon
pengobatan dan menjadi negatif. Selain itu, pengambilan specimen di mukosa
hidung juga menimbulkan nyeri.
2.
Pemeriksaan
histopatologik
Histiosit adalah makrofag jaringan
kulit yang berfungsi untuk memfagosit benda asing/mikroorganisme termasuk Mycobacterium leprae. Kerja histiosit
terhadap keberadaan m. leprae bergantung
pada kondisi imunitas selular seseorang. Jika imunitas selular tinggi,
histiosit dapat melakukan fagositosis setelah adanya proses imunologis yang
mengundangnya dengan zat kemotaktik. Jika jumlah histiosit berlebih dan tidak
ada benda yang perlu difagosit, histiosit akan berubah bentuk menjadi sel
epiteloid yang terjebak tidak dapat bergerak kemudian dapat menjadi sel datia
Langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang
disebut tuberkel yang menjadi penyebab kerusakan jaringan dan kecacatan pada
penderita morbus Hansen. Sementara itu, pada individu dengan imunitas selular
yang lemah atau defisien, histiosit tidak dapat memfagosit M. leprae yang ada di jaringan kulit, malah akan dijadikan sebagai
tempat bakteri tersebut berkembang biak dan menjadi sel Virchow (sel Lepra/sel
busa) yang dapat menjadi media perluasan lesi dan penyakit.1
Granuloma adalah akumulasi dari sel
makrofag atau derivatnya. Gambaran histopatologis dari morbus Hansen tipe
tuberkuloid adalah tuberkel dengan kerusakan saraf yang nyata, tanpa ada
bakteri M. leprae atau sedikit
bakteri dan non-solid. Pada tepi ini terdapat zona/kelim kosong subepidermal (subepidermal clear zone) yang merupakan
suatu daerah di bawah epidermis dengan jaringan yang tidak patologis, terdapat
banyak sel Virchow dengan banyak bakteri M.
leprae. Sementara pada tipe borderline, terdapat campuran dari
karakteristik berikut.1
Tabel 5. Karakteristik berbagai tipe morbus hansen pada
klasifikasi Ridley – Jopling1
|
Tipe Morbus Hansen
|
||||||
TT
|
BT
|
BB
|
BL
|
LL
|
|||
TT
|
Ti
|
BT
|
BB
|
BL
|
Li
|
LL
|
|
Reaksi lepromin
|
3+
|
2+
|
1+
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Stabilitas imunologis
|
++
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
++
|
Reaksi borderline
|
-
|
+
|
+
|
++
|
+
|
+
|
-
|
ENL
|
-
|
-
|
-
|
-
|
+
|
+
|
+
|
bakteri dalam hidung
|
-
|
-
|
-
|
-
|
+
|
+
|
+
|
Bakteri dalam granuloma
|
0
|
0
– 1+
|
1
– 3 +
|
3
– 4+
|
4
– 5+
|
5
– 6+
|
5
– 6+
|
Sel epiteloid
|
+
|
+
|
+
|
+
|
-
|
-
|
-
|
Sel datia Langhans
|
+++
|
++
|
+
|
+
|
-
|
-
|
-
|
Globi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
+
|
+
|
Sel busa (sel Virchow)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
+
|
++
|
+++
|
Limfosit
|
+++
|
+++
|
++
|
+
|
+
|
+/+
|
+
|
Infiltrasi zona subepidermal
|
+
|
+
|
+
|
-
|
-
|
-
|
--
|
Kerusakan saraf
|
++
|
+++
|
++
|
+
|
+
|
+
|
-
|
3.
Pemeriksaan
serologis
Pemeriksaan serologi mrbus Hansen
didasrkan pada pembentukan antibodipafa tubuh pasien yang terinfeksi im.
Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat berfisat spesifik terhadap infeksi M leprae seperti antibody anti phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibody antiprotein 16
Jd SERTA 35 Kd. Sementara antibody yang tidak spesifik diantaranya
anti-lipoarabinomanan (LAM).1
Pemeriksaan serologis dapat membantu
penegakan diagnosis pada kasus yang meragukan. Selain itu juga dapat membantu
menentukan kusta sublinis yang tidak memberikan lesi di kulit maupun deformitas
saraf. Beberapa tes serologi untuk
morbus Hansen diantaranya1:
·
Uji
MPLA (Mycobacteriun leprae particle
agglutination)
·
Uji
ELISA (enzyme liked immunoassay)
·
ML
dipstick
·
Ml
flow test
ELISA
dan lateral flow assay menunjukkan akurasi yang rendah pada lepra PB.
Pemeriksaan yang berbasis PCR yang menggunakan specimen jaringan meskipun
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi namun tidak tersedia
di seluruh fasilitas.8
Regards
Blog Dokter Sobri
No comments:
Post a Comment
# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.
# Terima Kasih