Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Tuesday 31 March 2020

Pemeriksaan Penunjang Lepra

Blog Dokter Sobri
Hasil gambar untuk lepra
Pemeriksaan Penunjang Lepra

1.      Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit/slit-skin smears)
            Pemeriksaan bakterioskopik menunjang penegakkan diagnosis dan untuk pemantauan respon pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung dengan perwarnaan basil tahan asam (BTA), salah satunya Ziehl-Neelsen. Hasil negatif pada pemeriksaan bakterioskopik tidak menyingkirkan diagnosis morbus Hansen, dan tidak berarti bahwa pasien tidak mengandung bakteri Mycobacterium leprae. Slit-skin smear hanya positif pada lepra tipe MB. Setiap ada hasil positif maka pasien diklasifikasikan mengalami lepra multibasiler tanpa memperhatikan jumlah keterlibatan nervus perifer maupun jumlah lesi.8
            Mycobacterium leprae termasuk basil tahan asam yang tampak kemerahan pada sediaan. Bakteri ini dapat tampak sebagai batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah bentuk bakteri yang masih hidup sementara bakteri yang telah mati dapat berbentuk granular atau fragmented. Bakteri yang hidup adalah bentuk yang dapat berkembang biak dan dapat menularkan ke korang lain.1
            Indeks bakteri adalah angka yang menggambarkan kepadatan bakteri secara menyeluruh tanpa melihat morfologi bakteri, baik itu solid maupun nonsolid dengan notasi 0 hingga 6+. IB 0 berarti tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang.1
1+ bila terdapat 1 – 10 BTA dalam 100 LP
2+ bila terdapat 1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+ bila terdapat 1 – 10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ bila terdapat 11 – 100 BTA dalam 1 LP
5+ bila terdapat 101 – 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ bila terdapat >1000  BTA rata-rata dalam 1 LP

            Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa obyektif 100x dengan minyak emersi. IB seorang pasien adalah IB rata-rata dari semua lesi yang dibuat sediaan. Sementara itu, indeks morfologi adalah presentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah total solid dan nonsolid.1
Rumus:
Syarat perhitungan IB
-          Jumlah minimal bakteri per lesi 100 BTA
-          IB 1+ tidak perlu dibuat IM karena untuk mendapatkan 100 BTA harus ada 1000 – 10.000 lapang pandang
-          IB dihitung mulai dari 3+ yang maksimum dicari dalam 100 lapangan
Tabel 4. Contoh penghitungan IB dan IM1
Tempat pengambilan
IB
Solid
Nonsolid
IM
Telinga kiri
4+
9
91
9%
Telinga kanan
3+
8
92
8%
Ujung jari tangan kanan
1+
0
5
0
Ujung jari tangan kiri
2+
1
33
1/23 %
Lesi I
3+
7
93
7%
Lesi II
5+
8
92
8%
total
18
33
395

IB pasien = 18/6 = 3+
IM pasien = 33: (33+395) = ….%
Langkah-langkah pemeriksaan bakterioskopik1
a.       Menentukan jumlah area tubuh yang akan diambil kerokan jaringan kulitnya. Jumlah ini bergantung pada tujuan pemeriksaan apakah untuk riset atau pemeriksaan rutin. Pemeriksaan rutin minimal mengambil di 4 hingga 6 area, yaitu ;
-          Kedua cuping telinga bagian bawah
-          2 – 4 lesi lain yang paling aktif (yaitu yang palign eritematosa dan paling infiltratif)
b.      Menentukan/memilih lesi yang diperkirakan mengandung bakteri paling banyak
c.       Pengambilan bahan dengan scalpel steril
-          Desinfeksi lesi lalu lesi dijepit dengan ibu jari dan telunjuk agar jaringan kulit tersebut mengalami iskemia sehingga mengurangi darah yang dapat mengganggu gambaran sediaan
-          Membuat irisan hingga sedalam dermis, melewati subepidermal clear zone, lalu dibuat kerokan, kedalaman agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow (sel Lepra) yang didalamnya mengandung bakteri Mycobacterium leprae
-          Kerokan jaringan dioleskan pada gelas alas, dipanaskan dengan api Bunsen, lalu diwarnai dengan teknik Ziehl Neelsen
d.      Pembuatan sediaan mukosa hidung
Pengambilan specimen dari mukosa hidung dapat dilakukan dengan cara nose blows, kerokan dengan scalpel, atau olesan kapas lidi. Akan tetapi, sediaan mukosa hidung jarang dilakukan karena ada kemungkinan mendapatkan Mycobacterium atipikal dan mukosa kulit lebih cepat merespon pengobatan dan menjadi negatif. Selain itu, pengambilan specimen di mukosa hidung juga menimbulkan nyeri.

2.      Pemeriksaan histopatologik
            Histiosit adalah makrofag jaringan kulit yang berfungsi untuk memfagosit benda asing/mikroorganisme termasuk Mycobacterium leprae. Kerja histiosit terhadap keberadaan m. leprae bergantung pada kondisi imunitas selular seseorang. Jika imunitas selular tinggi, histiosit dapat melakukan fagositosis setelah adanya proses imunologis yang mengundangnya dengan zat kemotaktik. Jika jumlah histiosit berlebih dan tidak ada benda yang perlu difagosit, histiosit akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang terjebak tidak dapat bergerak kemudian dapat menjadi sel datia Langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel yang menjadi penyebab kerusakan jaringan dan kecacatan pada penderita morbus Hansen. Sementara itu, pada individu dengan imunitas selular yang lemah atau defisien, histiosit tidak dapat memfagosit M. leprae yang ada di jaringan kulit, malah akan dijadikan sebagai tempat bakteri tersebut berkembang biak dan menjadi sel Virchow (sel Lepra/sel busa) yang dapat menjadi media perluasan lesi dan penyakit.1
            Granuloma adalah akumulasi dari sel makrofag atau derivatnya. Gambaran histopatologis dari morbus Hansen tipe tuberkuloid adalah tuberkel dengan kerusakan saraf yang nyata, tanpa ada bakteri M. leprae atau sedikit bakteri dan non-solid. Pada tepi ini terdapat zona/kelim kosong subepidermal (subepidermal clear zone) yang merupakan suatu daerah di bawah epidermis dengan jaringan yang tidak patologis, terdapat banyak sel Virchow dengan banyak bakteri M. leprae. Sementara pada tipe borderline, terdapat campuran dari karakteristik berikut.1
Tabel 5. Karakteristik berbagai tipe morbus hansen pada klasifikasi Ridley – Jopling1

Tipe Morbus Hansen
TT
BT
BB
BL
LL
TT
Ti
BT
BB
BL
Li
LL
Reaksi lepromin
3+
2+
1+
-
-
-
-
Stabilitas imunologis
++
+
+
-
+
+
++
Reaksi borderline
-
+
+
++
+
+
-
ENL
-
-
-
-
+
+
+
bakteri dalam hidung
-
-
-
-
+
+
+
Bakteri dalam granuloma
0
0 – 1+
1 – 3 +
3 – 4+
4 – 5+
5 – 6+
5 – 6+
Sel epiteloid
+
+
+
+
-
-
-
Sel datia Langhans
+++
++
+
+
-
-
-
Globi
-
-
-
-
-
+
+
Sel busa (sel Virchow)
-
-
-
-
+
++
+++
Limfosit
+++
+++
++
+
+
+/+
+
Infiltrasi zona subepidermal
+
+
+
-
-
-
--
Kerusakan saraf
++
+++
++
+
+
+
-



3.      Pemeriksaan serologis
            Pemeriksaan serologi mrbus Hansen didasrkan pada pembentukan antibodipafa tubuh pasien yang terinfeksi im. Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat berfisat spesifik terhadap infeksi M leprae seperti antibody anti phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibody antiprotein 16 Jd SERTA 35 Kd. Sementara antibody yang tidak spesifik diantaranya anti-lipoarabinomanan (LAM).1
            Pemeriksaan serologis dapat membantu penegakan diagnosis pada kasus yang meragukan. Selain itu juga dapat membantu menentukan kusta sublinis yang tidak memberikan lesi di kulit maupun deformitas saraf.  Beberapa tes serologi untuk morbus Hansen diantaranya1:
·         Uji MPLA (Mycobacteriun leprae particle agglutination)
·         Uji ELISA (enzyme liked immunoassay)
·         ML dipstick
·         Ml flow test   
            ELISA dan lateral flow assay menunjukkan akurasi yang rendah pada lepra PB. Pemeriksaan yang berbasis PCR yang menggunakan specimen jaringan meskipun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi namun tidak tersedia di seluruh fasilitas.8

Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih