Blog yang berisikan informasi seputar kesehatan dan dunia kedokteran .

Breaking

Friday 19 July 2019

Manifestasi Klinis Konjungtivitis Bakteri

Blog Dokter Sobri

Manifestasi Klinisi Konjungtivitis Bakteri
Manifestasi klinis dari konjungtivitis bakterialis memiliki perbedaan dari konjungtivitis jenis lainnya, Pada infeksi bakteri, gatal terasa minimal dibandingkan konjungtivitis alergi, hiperemis secara menyeluruh, dan keluarnya air mata dalam jumlah sedang. Keluarnya eksudat jauh lebih banyak hingga membuat kelopak mata sulit dibuka saat bangunt tidur, tetapi jarang disertai adenopati preaurikular. Jika dilakukan pemeriksaan pada spesimen dari konjungtiva atau eksudat, didapatkan bakteri dan polimorfonuklear. Dan, terkadang disertai nyeri tenggorokan dan demam. Iritasi yang terjadi umumnya bersifat bilateral, dengan infeksi dimulai dari satu mata, lalu menyebar ke sisi kontralateral melalui kontak langsung dengan tangan, atau tersebar dari satu orang ke lainnya melalui benda terinfeksi lainnya. Jadi, manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah adanya sekret purulen, edema kelopak, injeksi konjungtiva, erosi epitel permukaan, dan limfadenopati. 
Konjungtivitis bakterialis dapat terbagi berdasarkan waktu, yaitu :
a.       Konjungtivitis bakterial hiperakut
Infeksi ini menghasilkan sekret eksudat purulen dengan kuman penyebab adalah N gonorrhoeae, N kochii ,atau N meningitides. Konjungtivitis dengan eksudat dalam jumlah banyak memerlukan pemeriksaan laboratorium segera karena keterlambatan pengobatan dapat menyebabkan kerusakan lapisan kornea, atau hilangnya mata, atau sepsis, atau meningitis karena persebaran hematogen. Penyakit ini berkaitan erat dengan okulogenital, pada populasi ang aktif secara seksual dan neonatus. Gejala dapat muncul dalam 24 jam pertama, berupa eksudat hijau kekuningan, nyeri dan hiperemis, kemosis konjungtiva, dan adenopati preaurikula.
b.      Konjungtivitis bakterial akut
Infeksi ini biasanya bersifat epidemik, dengan karakteristik hiperemis konjungtiva onset cepat, dimulai dari unilateral, iritasi, mata berair, dan cairan mukopurulen dalam jumlah sedang. Penyebab tersering adalah S pneumoniae dan H aegyptius. Konjungtivitis ini dapat disertai pendarahan subkonjungtiva. Infeksi ini sering bersifat self – limited. Gejala dapat berlangsung 10 – 14 hari tanpa tatalaksana, dan 1 – 3 hari jika ditatalaksana dengan baik. Tapi, jika etiologi agen penginfeksi Staphylococcal sp. , maka dapat mengakibatkan blefarokonjungtivitis dan menjadi fase kronik.

 
c.       Konjungtivitis bakterial subakut
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh H. influenza, E coli, hinga Proteus sp. Khas eksudat yang dihasilkan dari infeksi subakut adalah eksudat jernih berair.
d.      Konjungtivitis bakterial kronik
Infeksi ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakrosistitis kronik. Infeksi ini seringkali terjadi unilateral. Pasien yang berisiko terkena infeksi kronik adalah yang memiliki blefaritis bakteri kronik atau disfungsi kalenjar meibom. Pasien dengan floppy lid syndrome dan ektropion juga berisiko terkena konjungtivitis bakteri sekunder. Infeksi ini dapat berlangsung lebih dari 3 minggu dengan manifestasi klinis berupa konjungtiva hiperemis difus, disertai papil atau folikel, sekret mukopurulen minimal, dengan penebalan konjungtiva. Eritema pada kelopak mata, telangiktasis, hordoleum, dan ulkus juga dapat ditemukan pada infeksi ini.
Selain berdasarkan waktu, konjungtivitis pada neonatus juga dapat terjadi, yaitu infeksi konjungtivitis bakterial hiperakut dan trakoma.
Trakoma merupakan sebuah infeksi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri Klamidia. Penyakit ini dapat dicegah dengan kebersihan dan sanitasi yang baik. Penularan penyakit ini umumnya dari mata ke mata, dengan sebagian kasus memiliki vektor lalat. Pasien yang terinfeksi akan mengeluhkan terasa mengganjal seperti terdapat benda asing dan berair, adanya sekret mukopurulen. Pada pemeriksaan, didapatkan folikel pada konjungtiva tarsal superior. Dalam keadaan akut, folikel dapat tidak tampak karena adanya hipertrofi papil yang difus dan infiltrasi sel radang. Folikel yang membesar dapat menjadi nekrotik, dan ketika membaik akan meninggalkan sekuele dan pembentukan sikatriks. Sisa sikatriks dapat ditemukan pada tarsus superior berbentuk linear atau stelata, yang dikenal dengan garis Arlt, atau depresi limbus akibat nekrosis dan involusi folikel yang disebut Herbert pits. Kelainan kornea yang menyertai dapat berupa keratitis epitel, infiltrate stroma pada bagian sentral dan perifer, dan pannus. Jaringan parut pada saluran kalenjar air mata dan konjungtiva dapat menyebabkan defisiensi air mata, hambatan aliran air mata, trikiasis, dan entropion.
Diagnosis klinis dapat ditegakkan dengan adanya minimal dua dari kelainan berupa folikel pada konjungtiva tarsal superior, folikel di limbus dengan sekuele terkait atau Herbert pits, sikatriks pada konjungtiva tarsal, dan pannus pada limbus superior.
Pada orang dewasa, infeksi klamidia dapat terjadi melalui autoinokulasi dari sekret genital ke mata. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan berupa mata merah dengan onset subakut, sekret serosa atau mukopurulen, folikel besar di forniks inferior atau konjungtiva tarsal inferior, keratitis pungtata superfisial, pembesaran kalenjar getah bening preaurikula dengan nyeri, dan sikatriks konjungtiva pada keadaan kronik


Regards
Blog Dokter Sobri

No comments:

Post a Comment

# Silahkan berkomentar, bertanya dan kritik dengan sopan
# Disini anda boleh menyisipkan Link di kolom komentar
# Tetapi akan saya moderasi atau Review terlebih dahulu tiap komentar
# Jangan sampai komentar anda mengandung SPAM.

# Terima Kasih